Jakarta, innews.co.id – Penyelesaian hutang debitur kerap menjadi polemik yang berkepanjangan dan selalu bermuara di pengadilan. Padahal, pola penyelesaian hutang debitur bisa dilakukan di luar pengadilan.
Hal tersebut menjadi pembahasan pokok dari Seminar Internasional Hybrid yang diinisiasi oleh Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi).
Acara yang mengangkat tema “Alternatif Penyelesaian Hutang Debitur di luar Pengadilan: Introduction to Debt to Equity Swap & Debt Restructuring” tersebut digawangi oleh Bidang Pendidikan, Rekomendasi, Pengawasan Advokat Asing, dan Pendidikan Spesialisasi Profesi DPN Peradi, diadakan di Peradi Tower, Jakarta, Jum’at (21/2/2025).

Tampil sebagai pembicara Andrew Philip Gadd dari Kantor Hukum Hadiputranto, Hadinoto & Partners dan Gustaaf Olivier Reerink (Kantor Hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro, dengan moderator Dr. Yunus Edward Manik (Kabid Pendidikan, Rekomendasi, Pengawasan Advokat Asing dan Pendidikan Spesialisasi Profesi Peradi).
Dalam paparannya, Andrew mengatakan, debt to equity swap & restrukturisasi hutang merupakan mekanisme keuangan yang melibatkan konversi utang kreditur menjadi saham ekuitas di perusahaan debitur.
“Debt to equity swap adalah salah satu mekanisme yang dapat digunakan dalam skenario restrukturisasi perusahaan dan utang tertekan,” terangnya.
Lalu, kapan debt to equity swap digunakan?
“Selama krisis keuangan atau potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Juga ketika kreditor mencari kepemilikan daripada kewajiban hutang yang berkelanjutan,” bebernya.

Selain itu, sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan untuk menstabilkan perusahaan yang menghadapi kesulitan keuangan.
Kepada awak media, Yunus Edward Manik menjelaskan, selama ini kalau debitur tidak membayar kewajibannya langsung wanprestasi dan bermuara di pengadilan. Kalau tidak membayar, maka langsung dieksekusi. Sekarang, ada upaya menyelesaikan perkara tersebut di luar pengadilan dengan waktu yang relatif lebih cepat. Bisa melalui hutang yang dijadikan penyertaan modal. Jadi, kreditur menjadi pemegang saham di perusahaan debitur.
“Dalam restrukturisasi hutang, banyak korporasi menempuh jalur PKPU di pengadilan. Seiring waktu, ada pola yang baru dalam PKPU, yang bisa menjadi alternatif dalam penyelesaian suatu perkara,” tukasnya kepada awak media didampingi oleh Viator Harlen Sinaga (Wakil Sekjen) dan Riri Purbasari Dewi (Kabid Publikasi, Humas, dan Protokoler).
Di sisi lain, Viator Harlen Sinaga menerangkan, masalah hutang piutang bila dibawa ke pengadilan kurang efektif. Karena itu, muncul alternatif-alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Dirinya mengapresiasi peserta online yang mencapai lebih dari 400 orang dari seluruh Indonesia. “Ini menunjukkan antusias besar dari para lawyer di Indonesia untuk terus belajar,” imbuhnya.
Sementara itu Ketum DPN Peradi, Prof Otto Hasibuan menyambut baik kegiatan ini sebagai upaya menambah wawasan bagi para advokat.
“Saat ini dunia hukum terus berkembang dan dinamis. Untuk itu, advokat di Indonesia pun harus terus memperlengkapi diri dan meng-update pengetahuan sehingga bisa menemukan alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan,” ujarnya.
Wamenko Hukhamimipas ini juga mendorong Pengurus DPN Peradi untuk terus aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. “Kehadiran organisasi itu harus dirasakan oleh anggotanya dan masyarakat luas,” pungkasnya. (RN)