Jakarta, innews.co.id – Meski emansipasi perempuan semakin baik dari waktu ke waktu, namun ternyata masih banyak tantangan yang dihadapi oleh Kaum Hawa.
“Di satu sisi emansipasi perempuan sudah semakin baik. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Seperti, kekerasan berbasis gender, di mana perempuan masih sering mengalami kekerasan fisik, seksual, pelecehan, psikologis, baik di rumah, di tempat kerja, sampai di ruang publik. Bahkan, sekarang di ruang kesehatan, pendidikan pun terjadi, di mana lebih dari sepertiga anak dan perempuan di dunia mengalami. Belum lagi perdagangan manusia (terbanyak wanita dan anak perempuan) menjadi korban dan eksploitasi seksual,” kata Ketua Umum Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI), Dr. Marlinda Irawati Poernomo, dalam rangka Hari Kartini 2025, di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Salah satu penyebabnya, lanjutnya, masih kurangnya dukungan dan kebijakan ramah perempuan. “Banyak kebijakan perusahaan yang belum memiliki kebijakan yang mendukung perempuan. Mulai dari cuti melahirkan, fleksibilitas kerja, dan program mentoring untuk perempuan,” jelas Ketua Umum Korps Perempuan Majelis Dakwah Islamyah (KPMDI) ini.
Hal lainnya, terkait beban ganda, di mana semakin banyak perempuan yang bekerja saat ini tapi tetap harus bertanggungjawab dengan urusan rumah tangga dan keluarga. Hal tersebut mengakibatkan stres tinggi dan mengakibatkan peluang karier yang kecil dibanding laki-laki. Lainnya, kesenjangan upah/gaji antara pria dan perempuan.
Konco wingking
Tantangan perempuan di pedesaan ditambah lagi dengan masih menguatnya stigma konco wingking dan budaya partriarkhi.
Mantan Direktur Program Pascasarjana Universitas Sahid ini mengatakan, untuk meminimalisir stigma konco wingking ada beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain, meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh sampai di pedesaan tentang kesadaran gender dan menghargai kontribusi perempuan dalam berbagai bidang.
Juga meningkatkan representasi perempuan dalam media, baik berita, film, acara televisi, sinetron, iklan, untuk memberikan pengetahuan tentang keberagaman peran dan kemampuan perempuan. Melakukan pemberdayaan perempuan melalui pelatihan, pendidikan dan kesempatan ekonomi untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan perempuan.
Lainnya, melakukan perubahan kebijakan dan mengadvokasi perubahan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
“Perlu juga mengubah stereotip dan norma sosial yang membatasi peran perempuan dan menghambat kesetaraan gender,” usul politisi yang juga mantan Anggota DPR RI ini.
Tak kalah penting, sambungnya, meningkatkan kesadaran laki-laki, tentang pentingnya peran perempuan dan pentingnya kesadaran gender sehingga bisa memberi dukungan nyata kepada perempuan.
Pendidikan dan pelatihan
Di sisi lain, tambah Marlinda, pemerintah harus lebih concern lagi memberi pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, terutama di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika).
Selain itu, perlu didorong kebijakan kesetaraan gender yang komprehensif, termasuk kebijakan anti diskriminasi dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender. Lainnya, pemberdayaan ekonomi, dengan membuka akses kredit dan kewirausahaan, terutama di sektor informal. Memberi perlindungan kesehatan, meningkatkan partisipasi politik melalui kenaikan kuota dan afirmasi.
Marlinda juga menyerukan agar pemerintah dapat memberi dukungan kepada perempuan yang rentan, seperti mereka yang jadi single parent, disabilitas, lansia, dan korban kekerasan.
Dirinya juga meminta pemerintah bisa memastikan terbangunnya fasilitas yang aman bagi perempuan dan komitmen zero kekerasan.
“Saat ini, akses permodalan bagi perempuan yang bergerak di UMKM masih sulit. Ini lantaran pemerintah masih kurang maksimal melakukan sosialisasi,” tukasnya.
Dalam hal ini, Marlinda mengusulkan agar dibuatkan program kredit khusus kepada perempuan pelaku UMKM dengan bunga yang rendah dan proses yang sederhana.
Selain itu, pemerintah menyediakan penjamin kredit sehingga lembaga keuangan berani mengucurkan kredit. Juga memberikan pendidikan keuangan bagi perempuan, menyediakan platform digital guna membantu akses platform crowdfunding dan lainnya. Semua itu bisa dituangkan melalui kebijakan yang pro-perempuan.
Dikatakannya, selama ini FPPI secara aktif memberikan pelatihan dan pendidikan kepada kaum perempuan, pemberdayaan ekonomi, advokasi dan kebijakan kepada seluruh jajaran pimpinan di daerah.
Dirinya berharap, perempuan Indonesia terus mengembangkan kemampuan pribadinya, membangun jejaring dan komunitas yang sehat, berani bersuara, meng-update pengetahuan dan teknologi, serta memiliki keberanian untuk menjadi wirausaha. (RN)