Jakarta, innews.co.id – Konsep rule of law dan rule by way dalam tatanan hidup bernegara memiliki perbedaan yang besar, baik pemahaman, terutama dalam aplikasinya. Sayangnya, baik politisi, pemerintah, bahkan orang hukum sekalipun kerap tidak memahami perbedaan di antara keduanya.
Secara lugas, Prof Gayus Lumbuun memaparkan perbedaan di antara keduanya dalam orasi ilmiah berjudul “Quo Vadis Wajah Hukum Indonesia (Kemana Engkau Pergi Wajah Hukum Indonesia?)”, pada Sidang Senat Terbuka pada Wisuda Strata 1 dan 2 Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), di Panti Prajurit Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/25).
Tampak hadir Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Dirkumad Brigjen TNI A. Agung Widi W, Ketua STHM Brigjen TNI R. Deltanto S.D, Ketua Senat Dewan Guru Besar STHM Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. Dudung Abdurachman, serta jajaran Senat Guru Besar, Putua I, II, dan III STHM, serta Kaprodi S1 dan S2 STHM.
Dalam orasinya Prof Gayus menguraikan, prinsip supremasi hukum rule of law yang berarti negara harus diperintah oleh hukum, bukan oleh kehendak individu atau kelompok.

“Konsep ini menekankan bahwa hukum berlaku secara adil dan setara untuk semua orang, termasuk pejabat pemerintah, dan menjamin perlindungan hak asasi manusia. Intinya, hukum yang tertinggi, menjadi panglima, dan menjadi dasar bagi segala tindakan kenegaraan,” katanya.
Sementara rule by law dimaknai sebagai konsep yang memandang otoritas pemerintahan seolah-olah berada di atas hukum dan memiliki wewenang untuk membuat dan melaksanakan hukum di mana pun mereka anggap nyaman, terlepas dari dampaknya terhadap kebebasan yang lebih luas yang dinikmanti rakyat.
Bahkan, untuk memperluas gagasan rule by law ini, metode yang digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk membentuk perilaku rakyat dan, dalam hal memerintah suatu negara, membentuk kelompok massa. Tujuannya, untuk membujuk rakyat secara psikologis atau dengan cara yang kuat agar menyetujui keputusan/kebijakan yang sebelumnya mungkin tidak akan mereka (rakyat) setujui.

Ditegaskan, memahami perbedaan antara rule of law dan rule by law sangatlah penting, bukan saja pada tataran teori, tetapi juga praktiknya, yang secara langsung berdampak pada hak, kebebasan, dan keadilan rakyat secara keseluruhan.
“Ketika rule of law yang diterapkan, maka tercipta kesetaraan kepada semua orang, keadilan akan terwujud, dan rakyat tanpa rasa takut akan kekuasaan yang sewenang-wewenang. Namun ketika rule by law yang dianut, maka hukum diterapkan untuk kepentingan segelintir orang yang muaranya bisa berakibat runtuhnya pondasi demokrasi,” seru Prof Gayus yang juga Hakim Agung Mahkamah Agung RI 2011-2018 ini.
Ditambahkan, negara hukum demokratis adalah negara hukum yang menempatkan satu kesatuan semangat sebagai bentuk pemerintahan, di mana rakyat sebagai penentu utama dalam negara.
Dia menekankan bahwa pemerintah harus memberikan ruang dan peran yang besar bagi keterlibatan politik masyarakat secara aktif dalam penyelenggaraan negara, bahkan masyarakat wajib berpolitik untuk menentukan haluan negara membuat UU dan mengawasi pelaksanaan kekuasaan negara.

Secara resmi, diwisuda 148 orang terdiri dari 27 Sarjana, 29 Master Hukum Militer, dan 92 Master Hukum Kesehatan Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM).
Dalam sambutannya, Kasad Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan, keberhasilan diwisuda merupakan hasil dari kerja keras, dedikasi, dan ketekunan dalam menimba ilmu, serta dukungan dari keluarga.
“Pencapaian ini adalah cerminan keberhasilan akademis sekaligus bukti semangat juang yang tangguh yang telah diperoleh para wisudawan dan wisudawati sekalian,” ujarnya
Secara simbolis Kasad mengalungkan kain samir kepada tiga wisudawan terbaik dari masing-masing program yaitu, Brigjen TNI Fauzi, Kapten Chk (K) Zaskia, dan Dian Indrianin Hidayat. (RN)












































