Jakarta, innews.co.id – Kepergian Yulianita Suryanto alias AZ bukan saja meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga, tapi juga beribu pertanyaan, khususnya bagi Jesen Christ, anaknya.
Pihak keluarga menilai seandainya AZ bisa ditangani dengan cepat oleh pihak rumah sakit, tentu tidak sampai kehilangan nyawanya.
Namun, takdir berkata lain. Pihak keluarga menganggap pihak Rumah Sakit Mandaya Royal Hospital Puri, Banten, di bilangan Karang Tengah, Kota Tangerang, lalai dalam menangani AZ. Karenanya, pihak keluarga menuntut pertanggungjawaban dari RS tersebut.
Dalam kronologi di media sosial @JesenChrist terungkap bahwa AZ dibawa ke RS dengan keluhan sakit lambung sehabis minum kopi sebelum makan.
“Di RS, almarhumah diarahkan ke dokter spesialis syaraf, dokter jantung, bahkan dokter fisioterapi. Saya sudah memberi tahu penyebabnya dari konsumsi kopi. Dan, saya meminta kehadiran dokter penyakit dalam (internis),” kata Jesen, seperti dikutip, Minggu (27/10/2025).
Jesen meneruskan, “Ada 5 dokter yang menangani almarhumah AZ, tapi mereka tidak mengetahui mama saya sakit apa. Hanya disebutkan penyakit hiperventilasi, namun berbeda dari yang dialami oleh almarhumah karena kondisi pada saat itu yakni, mual, muntah, serta sendawa yang berlebihan”.
Diketahui, hiperventilasi merupakan suatu kondisi pernapasan cepat dan dalam yang dapat disebabkan oleh masalah fisik atau psikologis, seperti kecemasan, serangan panik, atau penyakit paru-paru. Kondisi ini terjadi ketika seseorang mengeluarkan lebih banyak karbondioksida daripada yang dihirup, menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menurun yang kemudian dapat menyebabkan gejala seperti pusing, sesak napas, dan jantung berdebar.
“Saya sudah menyampaikan keluhan dan penyebabnya mama saya begitu kepada dokter jantung. Dan, dokter jantung pun sudah mengarahkan ke dokter internis, setelah proses pemeriksaan yang mutar-mutar dan semua hasilnya bagus,” ungkapnya.
Jesen mengaku aneh, kenapa tidak dari awal pihak RS mengarahkan ke dokter internis. Justru diputar-putar ke berbagai dokter yang bisa dibilang tidak ada hubungannya dengan sakit AZ.
Pada akhirnya, pihak RS menyatakan akan diperiksa oleh dokter internis. Namun, sambung Jesen, sampai AZ mengalami anfal kemudian meninggal, dokter internis tidak pernah datang.
“Saya sudah berulang kali menanyakan dokter internis, tapi pihak RS hanya berjanji, sementara dokternya tidak pernah datang,” tandasnya.
Jesen mengatakan, penanganan medis pada saat ibunya mengalami kejang juga dirasakan lambat. Pihak kelurga sangat menyayangkan alasan pihak medis di RS tersebut bahwa sedang ada pergantian shift tenaga medis.
Selain kelalaian, pihak keluarga juga mensinyalir ada dugaan tidak beres yang sangat fatal. Karena pada saat pasien meninggal ditemukan mashed patato pada saluran pernafasan korban sehinggga pasien sesak nafas sampai meninggal.
“Pihak rumah sakit menyampaikan bahwa mendiang alergi ubi jalar. Padahal dari hasil pemeriksaan di RS tersebut jelas sebaliknya. Hasil laporan pemeriksaan no alergi,” tukasnya.
Jason mamastikan bahwa mendiang Ibunya tidak mempunyai alergi makanan yang disebutkan itu.
Terkait kemungkinan langkah hukum, keluarga almarhumah AZ sedang mempertimbangkan, baik itu perdata maupun pidana. “Nanti akan kami kabarkan, saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti,” ucap Jesen.
Pihak keluarga meminta keadilan kepada RS karena penanganan yang lambat dan muter-muter. “Saya dan keluarga menuntut keadilan, bukan sekadar permohonan maaf dari pihak RS. Harapan kami, hal yang sama terjadi pada almarhumah tidak terulang kembali atau menimbulkan korban kepada orang lain.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui WA, dr. Aulia Yordan Direktur Pelayanan Medik RS Mandaya Royal Hospital Puri mengatakan, “Mohon maaf bpk, untuk pertanyaan tersebut saya tidak mempunyai kewenangan untuk menjawab“.
Dirinya meminta pertanyaan dilayangkan tertulis. Pun setelah dibuat tertulis dan dikirim soft copynya, pihak RS tidak menjawab hingga batas waktu yang ditentukan. (RN)












































