Jakarta, innews.co.id – Polemik yang terjadi di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melahirkan keprihatinan dari pengusaha senior, Dr. John N. Palinggi, MBA., MM. Kondisi demikian sangat tidak baik bagi para pengusaha, tapi juga bisa menjadi penghalang masuknya investasi ke Indonesia.
“Saya sedih melihat situasi Kadin yang berulang-ulang terjadi seperti itu,” aku John Palinggi, di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Kondisi ini, lanjut John yang pada tahun 1981 pernah menjadi Ketua Umum Kadin Provinsi Kalimantan Timur ini, berbeda dengan Kadin ketika awal-awal terbentuk, di mana meski ada kompetisi dalam memilih pucuk pimpinannya, tapi semua berjalan smooth dengan spirit saling menghargai satu sama lain.
John mengingatkan, Kadin didirikan oleh 3 organisasi yakni, Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (Ardin), Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo), dan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Seperti diketahui, John Palinggi adalah Ketua Umum Ardin.
Berangkat dari pengalamannya, tak heran John tahu persis ‘isi perut’ Kadin. Dikisahkan, saat Munas Kadin awal-awal di Bali Beach Hotel, ada dua Caketum yang maju yakni, Soewoto Sukendar dan Hasjim Ning.
“Berbekal ‘surat sakti’ dari Presiden RI Soeharto, yang disampaikan Adam Malik, akhirnya Soewoto memilih mundur. Situasi Munas yang sempat memanas pun langsung tenang kembali,” kenang Anggota Dewan Penasihat Kadin Indonesia periode 2010-2015 ini.
Begitu juga saat Munas II Kadin Indonesia tahun 1983 di Hotel Horizon, Ancol, Jakarta, tampil sebagai Ketua Probosutedjo dan Sukamdani Sahid Gitosardjono. “Kebetulan saya di timnya Pak Sukamdani, sementara A.A. Baramuli dan Surya Paloh jadi timsesnya Probosutedjo. Saat itu yang menang Pak Sukamdani,” tutur Presiden Direktur PT Karsa Mulindo Semesta Group ini.
Sesudah kepemimpinan Hasjim Ning dan Sukamdani, Kadin mulai goyang dan rapuh karena mulai dimasuki oknum-oknum yang punya kepentingan pribadi, bahkan cacat cela dalam bisnisnya. “Itu asal-usulnya, kehadiran Kadin seolah tak punya arti bagi pengusaha Indonesia. Bahkan, banyak pelaku usaha keturunan China yang memilih tidak bergabung di Kadin,” imbuhnya.
Legal standing
Kadin itu wadah pengusaha yang resmi dibentuk dan memiliki legal standing kuat yakni, UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri. Maksud diundangkannya Kadin adalah supaya Kadin lebih berfungsi.
“Pemerintah menggantungkan harapannya agar Kadin menjadi media untuk menyatukan pengusaha, juga alat komunikasi antara pengusaha dengan pemerintah dan antar pengusaha Indonesia sehingga memberi pemerataan kesempatan berusaha dan membuka lapangan kerja,” beber Ketua Harian Bisma, wadah kerukunan masyarakat antar-agama ini.
Pada pasal 4 UU 1/1987 dikatakan bahwa Kadin adalah wadah komunikasi dan konsultasi bagi semua pengusaha, baik yang bergabung maupun tidak. Sementara pasal 11 aturan yang sama disebutkan bahwa Kadin itu independen, bukan organisasi pemerintah, partai politik dan dalam melakukan kegiatannya Kadin tidak mencari keuntungan.
“Salah satu penyebab degradasi di Kadin adalah karena semakin banyak dihuni oleh orang-orang dari parpol. Pelaku usaha yang murni jadi terkontaminasi. Ini juga membuat banyak pengusaha berdarah Tionghoa enggan dan takut untuk bergabung,” urai Dewan Pembina Kadin DKI Jakarta periode 2019-2024 ini.
Penyebab lainnya, Kadin ingin memonopoli dengan menerbitkan sertifikasi yang harusnya menjadi kewenangan asosiasi, baik yang menjadi anggota Kadin atau bukan. Saat Boediono menjadi Menteri Keuangan ada keluar aturan bahwa Kadin hanya koordinator terhadap asosiasi-asosiasi dan tidak menerbitkan sertifikasi. Tapi karena dipaksakan, akhirnya Kadin jadi terkomersialisasi.
“Mengurus izin berusaha di pemerintah tidak ada pungutan. Sementara di Kadin, dikenakan biaya beberapa jutaan. Coba bayangkan, misal bila satu perusahaan diharuskan membayar perizinan Rp 2 saja per tahun, bila dikalikan sekitar 3 juta perusahaan di Indonesia, maka per tahun Kadin bisa memperoleh Rp 6 triliun. Ini kan juga sudah menyalahi UU 1/1987 karena Kadin bukan organisasi yang mencari keutungan. Dengan adanya cuan yang besar itu juga berpotensi terjadi tindak pidana seperti korupsi dan manipulasi. Tak heran juga semakin banyak orang berebut untuk memimpin Kadin,” seru pengamat militer dan kepolisian ini.
Reformasi Kadin
John menyerukan agar Kadin mereformasi diri agar abdian dalam rangka mendukung pemerintah sebagai mitra strategis itu bisa benar-benar berjalan baik. “Apa Kadin harus menjadi organisasi dinasti? Bapaknya sudah memimpin, lantas berlanjut ke anaknya. Kan sudah tidak beres kalau begitu,” tegasnya.
Kerusakan Kadin, sambungnya, juga diakibatkan oleh oknum-oknum yang menjadikan Kadin sebagai alat untuk mendapat proyek atau pinjaman di bank yang berujung jadi kredit macet.
Bagi John, Kadin adalah organisasi yang mulia. Tapi kalau berkonflik seperti ini, siapa pengusaha luar negeri yang mau bermitra dengan anggota Kadin.
Ditegaskan, Kadin jangan seperti parpol yang bisa barbar dalam merebut kekuasaan, sampai terjadi pemukulan. Atau, Kadin bukan milik perorangan. Kadin juga jangan berlaku seperti organisasi pemerintah yang bisa cawe-cawe seenaknya. “Kalau seperti itu yang terjadi, berarti ada pencideraan di Kadin,” tukasnya.
Dikritik pula, Kadin selama ini membuat struktur organisasi yang disesuaikan dengan kementerian yang ada. Padahal, tidak demikian adanya, tapi disesuaikan dengan kebutuhan pelaku usaha.
“Kadin akan berdaya kalau melaksanakan fungsi-fungsinya sesuai perintah undang-undang. Saya pertanyakan dua kubu Kadin ini apakah sudah melaksanakan fungsinya sesuai UU 1/1987 atau belum?” sergah John. (RN)
Be the first to comment