Jakarta, innews.co.id – Perkembangan dalam dunia hukum menuntut kesiapan dari para penegak hukum, termasuk advokat untuk bisa dengan cepat beradaptasi.
Terkait hal tersebut Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) berkolaborasi dengan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan The Asian Foundation mengadakan Pelatihan Bagi Advokat Peradi Terkait UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di Peradi Tower, Jakarta Timur, Kamis (18/7/2024).
“Melalui pelatihan ini para advokat anggota Peradi akan lebih memahami regulasi tersebut dan kapasitas pribadinya semakin meningkat, utamanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas,” kata Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono, usai membuka acara mewakili Ketua Umum DPN Peradi Prof Otto Hasibuan.
Diakuinya, selama ini dalam membela klien korban kekerasan seksual, banyak advokat diperhadapkan pada situasi yang membingungkan, termasuk upaya restorative justice. Padahal, Pasal 23 UU 12/2022, restorative justice dimungkinkan bila pelaku anak-anak.
Untuk itu, melalui pelatihan ini, maka akan memperluas wawasan para advokat dalam memahami UU TPKS ini. “Ini merupakan kegiatan kedua setelah tahun lalu pernah diadakan di Kampus UKI, Jakarta,” terangnya.
Dwiyanto berharap kegiatan ini dapat berlanjut sehingga para advokat bisa lebih paham. “Para advokat harus mampu membaca unsur pasal yang dikenakan (baik kepada pelaku maupun korban) secara baik. Misal, tindak pidana yang masuk kekerasan seksual secara verbal kan harus benar-benar cermat,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perlindungan Perempuan, Anak, dan Disabilitas (PPAD) DPN Peradi menerangkan, kegiatan ini diikuti hampir 800 orang dan dilakukan secara hybrid selama sehari penuh.
“Kekerasan seksual terhadap kaum perempuan banyak terjadi dan rata-rata korbannya enggan melapor. Karenanya, melalui acara ini bisa menyebar dan rekan-rekan advokat bisa menginfokan kepada masyarakat untuk tidak ragu melapor bila terjadi hal tersebut,” ujar Srimiguna.
Dirinya juga mendorong Peradi di daerah-daerah bisa mengadakan kegiatan serupa, tidak hanta untuk advokat, tapi juga melibatkan penegak hukum lainnya. “DPN Peradi pasti akan mendukung kegiatan tersebut,” imbuhnya.
Di sisi lain, Dr. Hj. Nurmala Wasekjen DPN Peradi yang juga membawahi Bidang PPAD menambahkan, banyak rekan-rekan advokat belum mengetahui detail regulasi ini.
“Banyak korban-korban kekerasan seksual tidak berani speak up. Dengan mengikuti kegiatan ini, tentu rekan-rekan advokat, termasuk di daerah-daerah bisa mengedukasi masyarakat luas,” pintanya.
Kesulitan dalam mengungkap kasus kekerasan seksual karena kurangnya saksi dan barang bukti juga dilontarkan Henny Sri Handajani, Kabid PPAD Peradi. “Sprei sudah dicuci atau bekas sperma sudah hilang membuat di banyak kasus sulit terungkap. Untuk menangani kasus ini perlu kecermatan dan ketelitian yang ekstra,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment