Catatan Akhir 2024 Forhati Nasional Soroti Berbagai Masalah Sosial

Forhati Nasional sampaikan refleksi akhir tahun 2024

Jakarta, innews.co.id – Sejumlah catatan penting di akhir 2024 dirilis oleh Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Nasional, terkait kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Dalam catatannya, Forhati Nasional memandang penting ketahanan keluarga sebagai pilar pertama dan utama dalam membangun bangsa. Disebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan keluarga adalah stres, modal sosial, dan self efficacy.

Berkaca pada banyak kasus bunuh diri satu keluarga, salah satunya yang terjadi di apartemen Teluk Intan Tower di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu (9/3/2024), menurut Forhati Nasional kejadian tersebut menunjukkan pentingnya ketahanan dalam keluarga.

“Gerakan kembali ke rumah, berkumpul dan berkomunikasi antar keluarga menjadi ruang yang sangat efektif dalam mempertahakan keharmonisan dan ketahanan keluarga,” ujar Forhati Nasional dalam siaran persnya yang diterima innews, Selasa (31/12/2024).

Forhati Nasional aktif berkegiatan

Menurut Presidium Forhati Nasional yang terdiri dari Hj. Jamilah Abdul Gani (Koordinator Presidium), dan para anggota yakni, Sri Novakandi, Wa Ode Nurhayati, Cut Emma Mutia Ratna, dan Anita Ariyani, suatu keluarga menjadi pondasi yang kuat dalam membentuk generasi emas dari sisi agama, etika, moral, saling menghormati menyayangi dan menghargai antar sesama, “Keluarga yang kuat dan harmoni akan senantiasa menjadi pilar utama dalam membangun ketahanan dan stabilitas nasional,” yakinnya.

Kekerasan seksual

Catatan kedua, terkait masih maraknya kekerasan seksual. Tindakan ini dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk seperti kontak fisik berupa sentuhan, cubitan, percobaan pemerkosaan, dan penetrasi seksual. Selain itu, kekerasan seksual juga bisa berwujud melalui ujaran atau kata-kata seperti ancaman, intimidasi, hinaan, maupun rayuan seksual yang tidak diinginkan.

Dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan, jumlah kasus kekerasan seksual di Indonesia pada tahun 2023 adalah sepertiganya dari total kekerasan berbasis gender yang dilaporkan, yaitu sebanyak 289.111 kasus. Jumlah kekerasan terhadap perempuan yang tercatat pada sistem data tiga lembaga sepanjang 2023 mencapai 34.682 korban.

Gizi seimbang

Catatan ketiga, masalah gizi seimbang, di mana pemenuhan asupan gizi ini juga harus memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan mempertahankan berat badan normal guna mencegah masalah gizi.

Data yang ada terkait keluarga risiko stunting per provinsi, faktanya persentase pendampingan masyarakat dalam upaya mengurangi angka stunting baru mencapai 48,39%, atau 4.201.349 dari 8.682.170 jiwa.

Jajaran Presidium dan Pengurus Forhati Nasional bersama Wamen Isyana Bagoes Oka

Digitalisasi pendidikan

Catatan keempat, digitalisasi pendidikan bagi anak yang kerap memunculkan sikap malas belajar, penyalahgunaan teknologi selama pembelajaran daring, serta munculnya sikap acuh anak.

Diuraikan dampak negatif perkembangan teknologi dan komunikasi yaitu: penyebaran malware dan pencurian data, pornografi, perjudian, penipuan, kejahatan siber (cyber crime), dan pelanggaran hak cipta.

Ketahanan pangan keluarga

Catatan kelima terkait ketahanan pangan keluarga. Merupakan kondisi di mana rumah tangga memiliki pangan yang cukup, aman, merata dan terjangkau, baik jumlah maupun mutunya.

“Ketahanan pangan keluarga merupakan hal yang penting untuk menjamin kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat. Implikasi dari intervensi dalam menjamin kelangsungan keteresediaan pangan sehat dan bergizi dapat dilakukan dengan meningkatkan pasokan nutrisi dari pekarangan terbatas dengan sistem pertanian tangguh yang dapat menjembatani keterbatasan lahan dan air,” beber Forhati Nasional.

Dalam rangka Milad Forhati ke-26, diadakan Seminar Nasional di The Tavia Heritage Hotel, Jakarta, 21-22 Desember 2024

Pencegahan paham LGBT

Isu lain yang juga mendapat perhatian Forhati Nasional adalah pencegahan paham LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender). “Ini isu yang sangat kompleks, melibatkan berbagai perspektif dari sisi budaya, agama, hukum, dan hak asasi manusia,” jelasnya.

Perilaku menyimpang seperti LGBT mestinya dapat diperangi secara bersama dan massif. Hal ini dikarenakan perilaku LGBT dapat merusak ketahanan keluarga, perilaku dan karakter seseorang, bahkan secara umum perilaku LGBT dapat merusak tatanan sosial. “Hal tersebut tidak dibenarkan dalam Negara Pancasila, apalagi mayoritas penduduknya beragama Islam,” imbuhnya.

Demikian juga dengan fenomena Childfree yang semakin marak di masyarakat. Childfree atau keinginan untuk tidak mempunyai anak sedang berkembang di Indonesia. Data World Bank menunjukkan, angka kelahiran di Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan pada 2019, angka kelahiran kasar per 1000 penduduk di Indonesia berada pada angka 17,75. Data ini didukung oleh hasil sensus penduduk yang dikeluarkan BPS, di mana ada penurunan laju pertumbuhan penduduk.

Laju pertumbuhan penduduk pada 2010-2020 menunjukan angka 1,25%, menurun dari periode sebelumnya pada 2000-2010 di angka 1,49%.

Dalam hukum Islam perkawinan memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah untuk mendapatkan keturunan. Oleh sebab itu, apabila pasangan suami istri menikah dan memutuskan dengan sengaja untuk tidak memiliki anak, maka keputusan ini bertentangan dengan hukum Islam.

Pada akhir 2024 ini Forhati mengupayakan agar terbangun sinergi dan kolaborasi antara berbagai pihak dalam mendukung perempuan dan anak, serta menjadikan mereka sebagai agen perubahan menuju Indonesia Emas 2045 yang berdaya saing.

Partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas, sangat diharapkan untuk mencapai tujuan bersama dan menyelesaikan berbagai masalah yang muncul saat ini. Menjadi tugas bersama kita mewujudkan Indonesia yang adil utuk semua dan menjadi tempat yang ramah dan aman untuk anak-anak bertumbuh dalam mencapai cita-cita bangsa. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan