PERADI: Tidak Ada Satu Putusan Pengadilan Maupun MA Menyatakan Peradi RBA yang Sah

Ketua Umum DPN PERADI, Prof Otto Hasibuan

Jakarta, innews.co.id – Munculnya pemberitaan di media massa yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung telah mengesahkan kepengurusan Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) pimpinan Luhut Pangaribuan, dinilai telah menyesatkan.

“Berita tersebut tidak benar dan menyesatkan,” kata Koordinator Tim Hukum Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan Rivai Kusumanegara, dalam klarifikasi persnya di Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Menurut Rivai, yang benar justru MA telah mengesahkan kepengurusan Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan dan Thomas Tampubolon, yang kemudian dilanjutkan kepengurusannya oleh Prof Otto Hasibuan (Ketua Umum) dan Hermansyah Dulaimi (Sekjen), berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3085/Pdt/2021, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 203/Pdt/2020/PT.DKI.Jkt.

Isi putusan PT Jakarta No. 203/Pdt/2020/PT.DKI.Jkt., yakni:

Mengadili:

  • Menerima permohonan banding dari Pembanding, semula Penggugat;

  • Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 667/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst tanggal 31 Oktober 2019 yang dimohonkan banding tersebut;

Mengadili Sendiri Dalam Konvensi Dalam Provisi:

  • Menolak tuntutan provisi dari Penggugat;

Dalam Eksepsi

  • Menolak Eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Penggugat Intervensi untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara

  • Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;

  • Menyatakan sah Penggugat Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, SH., MH., dan Thomas E. Tampubolon, SH., masing-masing adalah Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Periode 2015-2020 berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional II Peradi di Pekanbaru, pada 12-13 Juni 2015;

  • Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

Dalam Rekonvensi
Dalam Provisi

  • Menolak tuntutan Provisi Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

  • Menolak gugatan Rekonvensi Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

Dalam Intervensi

  • Menolak gugatan Intervensi dari Penggugat Intervensi untuk seluruhnya;

Dalam Konvensi, Rekonvensi dan Intervensi:

  • Menghukum Tergugat Konvensi I dan II/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang timbul pada kedua tingkat Pengadilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp 150.000.- (seratus lima puluh ribu rupiah);”

Lebih jauh Rivai menegaskan, meskipun ada putusan MA yang memenangkan Peradi Otto, Menteri Hukum dan HAM pada saat itu (Yasonna Laoly) telah berpihak dan tidak menerima pendaftaran dari Peradi Otto sebagai pihak yang menang, tetapi sebaliknya menerima pendaftaran dari Peradi Luhut sebagai pihak yang kalah di MA.

“Itulah sebabnya kami menggugat Menteri Hukum dan HAM ke Pengadilan TUN agar pendaftaran Peradi Luhut dibatalkan. Tetapi MA dalam putusannya Nomor 189 K/TUN/2024, tidak mengabulkan gugatan kami dan kami akan mengajukan PK terhadap perkara tersebut,” urai Rivai.

Dengan demikian, sambungnya, jelas perkara tersebut adalah dua perkara yang berbeda. Di mana Putusan MA 189 K/TUN/2024 (TUN) tersebut tidak berimplikasi hukum apa-apa terhadap keabsahan Peradi Otto, karena putusan tersebut hanya menyatakan menolak gugatan (pendaftaran), sedangkan Peradi Otto telah diputuskan sebagai Peradi yang sah berdasarkan Putusan MA Nomor 3085/Pdt/2021 tanggal 4 November 2021 sebagaimana tersebut dalam amar putusan.

“Semestinya, secara sukarela dan tanpa harus digugat terlebih dahulu, Menteri Hukum dan HAM melaksanakan putusan MA yang telah memenangkan dan menyatakan Peradi Otto yang sah dan bukan mendaftarkan Peradi Luhut sebagai pihak yang kalah. Itu ketidakadilan yang dilakukan oleh Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM pada waktu itu,” tukasnya.

Ditambahkannya, sampai sekarang tidak ada satu Putusan Pengadilan maupun MA yang menyatakan Peradi Luhut yang sah, tetapi ada Putusan MA Nomor 3085/Pdt/2021 yang menyatakan Peradi Otto sebagai yang sah. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan