Jakarta, innews.co.id – Ketua Pengadilan Negeri Kutai Barat berinisial HS dan istrinya L, dilaporkan ke polisi gegara diduga menipu Perawati.
Laporan polisi ke Polda Metro Jaya teregister dengan nomor: STTLP/B/7346/XXI/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, pada 3 Desember 2024 lalu. Korban melaporkan pasangan suami istri itu dengan dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
“Kami melaporkan HS dan L atas dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang merugikan klien kami sebesar Rp 2,3 miliar,” kata Ronny P. Manullang, kuasa hukum korban, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Dia menegaskan, diduga kuat modus operandi yang digunakan oleh HS dan L menyerupai skema ponzi. “Selain klien kami, patut diduga ada korban lain dalam investasi bodong ini yang juga mengalami kerugian yang sangat besar,” ujarnya.
Dikisahkan, peristiwa tersebut bermula pada Oktober 2021 di Bekasi. “Pelapor dan suami ditawari investasi menggiurkan dalam bisnis bongkar muat batu bara yang diklaim milik mertua HS. Usaha tersebut juga dikelola oleh L yang menduduki posisi sebagai direksi di perusahaan tersebut,” terangnya.
Melihat jabatan HS sebagai Ketua PN Kutai Barat tentu membuat Pelapor kian yakin untuk menginvestasikan dananya sebesar Rp 2,3 miliar. Dalam perjanjian kontrak yang dibuat oleh kedua terlapor, korban dijanjikan keuntungan bulanan sebesar Rp 70 juta selama 12 bulan.
“Namun, setelah dana investasi diserahkan janji keuntungan tidak pernah terealisasi dan modal pokok pun tidak dikembalikan. Itu terjadi sampai kini, sudah tiga tahun berlalu sejak penandatanganan kontrak tersebut,” imbuhnya.
Ronny menerangkan berbagai upaya telah dilakukan Pelapor untuk meminta pengembalian dana investasinya. Namun kedua Terlapor selalu memberikan janji-janji palsu dan alasan yang tidak jelas. Fakta yang lebih mencengangkan terungkap bahwa bisnis bongkar muat batu bara yang dijanjikan oleh kedua terlapor ternyata fiktif.
“Perusahaan yang mereka klaim itu tidak pernah melakukan aktivitas bongkar muat batu bara sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian. Diduga kuat dana investasi korban justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan gaya hidup mewah HS dan L,” sebutnya.
Melihat tidak ada itikad baik dari HS dan L untuk mengembalikan dananya, Perawati pun melaporkan hal tersebut ke Polda Metro Jaya. “Kami berharap polisi segera bertindak dan mereka dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah menyebabkan kerugian besar bagi korban dan keluarganya,” tegas Ronny.
Dijelaskan, selain ke PMJ, pihaknya juga telah melaporkan HS ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (Bawas MA) pada 4 Desember 2024 lalu. Namun hingga kini tidak jelas tindak lanjutnya. “Dalam waktu dekat kami akan melaporkan HS kepada Komisi Yudisial atas dugaan pelangggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim,” tandasnya.
Proses penyelidikan di PMJ jadi mandeg lantaran HS tidak kooperatif. “Kami menyesalkan HS telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik dengan berbagai alasan. Termasuk menggunakan jabatannya di PN Kutai Barat sebagai tameng untuk menghindari panggilan dengan dalih kesibukan dan pentingnya kehadirannya di pengadilan,” serunya. (RN)