Jakarta, innews.co.id – Pemberantasan mafia dan koruptor harus masif dilakukan karena tindakan mereka telah menciderai nilai-nilai kemanusiaan, merusak sendi-sendi kebangsaan, dan perekonomian.
“Saat ini banyak oknum-oknum lantang bersuara soal supremasi sipil. Namun, seringkali itu jadi kedok untuk memperkuat posisinya yang seringkali justru digunakan untuk hal yang negatif, seperti korupsi,” kata Dr. Rudyono Darsono Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA) Jakarta, dalam sebuah podcast-nya yang tersebar di media sosial, beberapa waktu lalu.
Rudyono melihat selama ini kasus korupsi yang terungkap banyak dilakukan oleh sipil. “Pancasila yang nilai-nilainya begitu luhur sepertinya hanya jadi pajangan di dalam ruangan saja. Tidak lagi dimaknai secara benar, apalagi diimplementasikan dalam kehidupan nyata,” ujarnya.

Dirinya menduga suara-suara yang begitu lantang menentang revisi UU TNI, justru berasal dari oknum-oknum sipil yang pengecut dan memakai pihak lain untuk menyakiti orang lain.
“Praktik-praktik koruptor, juga mafia mayoritas dilakukan sipil. TNI itu terikat dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Hal tersebut sudah sangat mendarahdaging,” serunya.
Karenanya, ketika ada upaya memperkuat peran TNI, termasuk untuk mengejar para koruptor sepertinya ada yang kebakaran jenggot.
Termasuk teror kepala babi yang dialami oleh jurnalis Tempo. Banyak pihak mengkaitkan dengan revisi UU TNI. “Kalau saya melihat itu dilakukan oleh oknum-oknum yang merasa terganggu karena mungkin terbongkar korupsinya,” imbuhnya.
Karenanya, aparat harus benar-benar mengungkapkan dan mengusut kasus teror tersebut. Kalau dibiarkan pembungkaman terhadap pers bisa meluas.
Berantas korupsi
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Prof Gayus Lumbuun sependapat dengan Rudyono bahwa sipil yang paling banyak jadi koruptor, bahkan menyalahgunakan kewenangannya. Baginya, revisi UU TNI tidak perlu dikhawatirkan.

“Memang faktanya, sipil yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi. Itu sudah bisa dilihat secara kasat mata,” tukasnya.
Prof Gayus juga meminta pemerintah mengusut tuntas teror yang menimpa Tempo. “Kebebasan pers akan menguap bila hal tersebut dibiarkan. Bukan tidak mungkin terjadi ke media-media lain,”
Dirinya juga mendorong agar pemerintah tidak saja tegas mengungkap kasus-kasus korupsi dan menangkap pelakunya, tapi juga melakukan sosialisasi konsep pemberantasan mafia koruptor di semua lini kenegaraan. “Dengan sosialisasi yang masif diharapkan muncul kesadaran pribadi untuk tidak maling uang rakyat,” pungkasnya. (RN)