Jakarta, innews.co.id – Proses likuidasi tidak sepenuhnya bisa berjalan mulus. Salah satu kendala yang paling mengemuka adalah kurang kooperatifnya organ perseroan.
Hal tersebut secara gamblang dikatakan Jamaslin James Purba, SH., MH., dalam makalah yang disampaikan pada “Jakpus Talk Pendidikan Berkelanjutan” bertema ‘Likuidasi Perseroan Terbatas’ yang diinisiasi oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2024).
Dengan lugas, Managing Partner Law Firm James Purba & Partners ini mengungkapkan, tidak kooperatifnya organ perseroan menjadi salah satu hambatan. Selain itu, bisa diakibatkan dokumen-dokumen perusahaan tidak tersusun dengan rapih dan sistematis.
Tidak rapihnya dokumen perusahaan berdampak pada sulitnya mencatat aset dan kewajiban dari kreditur. “Data yang tersusun rapih dan sistematis tentu akan memudahkan tim likuidator untuk mengidentifikasi kewajiban-kewajiban dari kreditur,” terang mantan Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dua periode ini.
Hambatan lain, sambung Ketua Umum Peradi Football Club ini, bisa juga karena perseroan memiliki persoalan dalam hubungan dengan instansi-instansi pemerintah dan juga masalah pajak.
Dirinya menguraikan, ketidakrapihan dokumen dan data perseroan juga akan mempengaruhi proses komunikasi dengan para kreditur.
“Kesulitan dalam menghubungi para kreditur tentu akan menghambat proses likuidasi karena tidak mungkin Tim Likuidator hanya mengandalkan pengumuman saja yang jangkauannya terbatas,” ujarnya.
Tak kalah berpengaruhnya terhadap proses likuidasi sebuah korporasi adalah ketika banyak gugatan hukum terhadap harta kekayaan perseroan. “Proses likuidasi baru bisa dilaksanakan sepenuhnya setelah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tukas James.
Likuidasi
Dirinya menguraikan, likuidasi adalah proses pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva dari suatu perusahaan yang penanganannya dilakukan oleh kurator (jika dalam proses Hukum Kepailitan) atau likuidator (di luar lingkup Hukum Kepailitan) yang akhir dari pemberesan tersebut digunakan untuk pembayaran utang dari debitur kepada para krediturnya.
Sementara itu, menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.05/2017 mengenai Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Kementerian Negara/Lembaga dijelaskan, arti likuidasi yakni tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban sebagai akibat pengakhiran/pembubaran entitas akuntansi dan/atau entitas pelaporan pada kementerian negara/lembaga.
Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sebuah korporasi sebelum dalam proses likuidasi yakni: pertama, pengumuman dan pemberitahuan pembubaran. Kedua, pencatatan harta kekayaan, ketiga, pertanggungjawaban likuidator, dan keempat pengumuman hasil likuidasi (pengakhiran).
“Apabila sebuah perseroan mengalami likuidasi, maka perusahaan tersebut wajib mengangkat seorang likuidator ataupun kurator. Selain itu, perseroan tersebut tidak lagi dapat melakukan kegiatan usaha maupun kegiatan lain, kecuali hal itu dilakukan sebagai upaya pemberesan likuidasi atau harta kekayaan,” ungkap James.
Demikian juga sepanjang proses likuidasi berjalan, maka di belakang nama perusahaan tersebut akan ditambahkan kata “dalam likuiditas”, sebagai penanda.
Selain itu, perseroan dalam keadaan likuidasi memiliki kewajiban untuk melakukan pemberesan harta kekayaan yang mana hal tersebut dilakukan oleh likuidator yang berwenang. Menurut penjelasan pasal 149 ayat (1), yang dimaksud dengan “tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan” pada huruf (e) ketentuan di atas, antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang perseroan lebih besar daripada kekayaan perseroan. (RN)
Be the first to comment