Jakarta, innews.co.id – Inventarisasi desain industri di perguruan tinggi tak cukup hanya terdaftar saja, melainkan harus berpotensi komersial. Karena itu akan memberi nilai tambah.
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) Dr. Suyud Margono, saat menjadi narasumber dalam seminar bertema “Inventarisasi Desain Potensi Industri: Mendorong Peningkatan Permohonan Desain Industri Melalui Inventarisasi Data di Kalangan Akademika Semakin Pasti dan Berdampak di Provinsi DKI Jakarta”, yang telah diadakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah DKI Jakarta, di Jakarta Rabu, (28/8/2024).
Suyud menjelaskan, sistem kepemilikan desain industri didasarkan pada pendaftaran (registrasi). Karenanya, tanpa pendaftaran, maka desain (produk) industri tidak memiliki pelindungan dan hak eksklusif bagi pemiliknya.
“Awalnya, desain industri memberikan pelindungan bagi desainer (pendesain). Namun dalam perkembangannya, desain industri memberikan pelindungan bagi produk industri. Untuk itu, inventarisasi desain industri di universitas tidak cukup hanya terdaftar. Desain produk harus memiliki potensi komersial. Dengan desain produk komersial, maka memberikan nilai tambah bagi universitas melalui sistem intermediasi dengan industri yang terkait,” urai Suyud yang juga dikenal sebagai akademisi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular ini.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM RI, Kantor Wilayah DKI Jakarta Muhayan, SH., MH.
Ketua Tim PokJa Pemeriksa Desain Industri, Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual (DJKI), Kemenkumham RI Tommy Tyas Abadi, sebagai narasumber memaparkan, dasar pemberian hak desain industri tidak saja dari nilai kebaruan desain industri, tapi juga termasuk kesan estetis dari kategori ‘Kreasi’ desain industri sebagai komoditas industri yang penerapannya dalam produk industri dan kerajinan berupa bentuk, konfigurasi, komposisi garis, dan warna. Selain itu dijelaskan mengenai unitas atau satu kesatuan desain industri dalam uraian (penjelasan/ pengungkapan pada produk).
Lebih jauh Suyud menguraikan, desain industri yang terdaftar (hanya) berlaku di wilayah Indonesia. Hal ini merupakan penerapan asas teritorial dan yuridiksi.
Selain itu terdapat beberapa sengketa/perkara desain industri (produk) versus fitur tampilan produk.
“Desain industri terkait kepemilikan hak desain industri dan permasalahan atas bentuk, konfigurasi, kontruksi, ornamen dari produk desain, klaim atas kebaruan desain (orisinalitas), gugatan pembatalan desain industri terdaftar, gugatan ganti kerugian, dan laporan pidana atas peredaran barang (desain industri) secara tanpa hak dari desain industri terdaftar, pada kenyataan berdampak terhadap masalah perlindungan hak dan penegakan hukum kekayaan Intelektual,” pungkas Suyud. (RN)
Be the first to comment