Jakarta, innews.co.id – Upaya pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka dinilai merusak demokrasi. Bahkan menciderai semangat berbangsa dan bernegara yang sudah memilih jalan demokrasi dalam memilih kepemimpinan nasional.
Aspirasi pemakzulan juga tidak sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi yang telah disepakati, di mana Pemilu merupakan forum yang resmi dan sah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
“Sangatlah aneh dan mengherankan jika Presiden atau Wakil Presiden yang baru saja terpilih dalam proses pemilihan langsung dalam Pemilu belum sampai setahun bekerja dan mendapat tingkat kepuasan publik lebih dari 80%, dituntut untuk dimakzulkan,” kata salah satu penggagas Koalisi Rakyat 58%, Teddy Mulyadi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu (6/7/2025).
Teddy menegaskan, jika pihak tertentu tidak setuju Gibran menjadi Wapres, seharusnya menolaknya sebelum Pilpres. “Tapi kalau ada upaya pemakzulan setelah terpilih sebagai Wapres, maka terbaca bahwa upaya-upaya tersebut sangat merusak demokrasi,” tukasnya.
Karenanya, Koalisi Rakyat 58% sangat mengapresiasi dukungan yang semakin luas dari rakyat Indonesia terhadap Prabowo-Gibran. Pihaknya berharap MPR lebih melihat fakta-fakta dukungan rakyat yang besar dan semakin meluas terhadap pemerintahan sekarang. Sedangkan aspirasi dan upaya pemakzulan merupakan riak-riak opini sekelompok masyarakat yang bisa menjadi footnote yang tetap dihormati dan dihargai, tetapi tidak untuk diikuti.
Koalisi Rakyat 58% menyerukan kepada semua pihak untuk menjaga kondusifitas ditengah perjuangan bangsa untuk tidak terseret dalam arus krisis global dan upaya serta perjuangan keras bangsa menuju pencapaian Indonesia maju, makmur dan sejahtera.
“Para penggagas, pencetus dan penggerak upaya pemakzulan Gibran hendaknya memperhatikan juga suara rakyat pemilih dan suara rakyat yang sudah puas dengan kinerja pemerintahan. Hindari pemaksaan kehendak dalam penyampaian aspirasi, apalagi dengan cara-cara anarkis. Jika pemaksaan dan apalagi anarkis, maka kewajiban negara untuk menertibkannya,” pintanya.
Di sisi lain, Ketua Umum Seknas Indonesia Maju, Monisyah menekankan bahwa tidak ada alasan, baik secara konstitusional maupun teknis pemerintahan yang memungkinkan untuk upaya pemakzulan.
Aktifis yang juga dikenal sebagai mantan Ketua Seknas Jokowi Jabodetabek ini menambahkan, hasil-hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari Prabowo-Gibran di atas 80%.
“Ini fakta bahwa Pemerintahan Prabowo-Gibran telah memperoleh dukungan yang lebih luas dibanding perolehan suara dalam Pemilu 2024. Jadi kalau ada pihak yang menginginkan pemakzulan sangat menciderai semangat berbangsa, bernegara yang sudah memilih jalan demokrasi dalam memilih kepemimpinan nasional,” pungkasnya. (RN)