Jakarta, innews.co.id – Tiga saksi yang dihadirkan terdakwa kasus dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung, penipuan, dan penggelapan, Prof Marthen Napang justru membuat perkara kian benderang. Nampaknya terdakwa semakin sulit berkelit karena keterangan saksi justru kian menyudutkannya.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Adi Wahyudi, Ahli IT yang dihadirkan ketika ditanya oleh Marthen Napang dan kuasa hukumnya, nampak begitu lancar menjawab. Ahli taknhanya ditanya soal status surat elektronik (surel) milik Marthen Napang, tapi sampai ditanya ke soal data yang diperiksa oleh pihak forensik Polda Metro Jaya melalui flash disk. Nampaknya kuasa hukum Marthen membombardir Ahli dengan pertanyaan-pertanyaan yang berputar-putar pada dugaan ada e-mail Marthen yang palsu.
Upaya kuasa hukum terdakwa menggali ahli seketika gugur ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantang bertanya, apakah Ahli pernah melakukan pemeriksaan forensik. Ahli pun seketika gagap dan menjawab, “Tidak pernah”.
JPU menerangkan kalau soal pemeriksaan digital forensik sudah dijelaskan oleh ahli forensik yang memeriksa jadi sudah selesai. Demikian juga soal penulisan alamat e-mail Marthen yang ditanyakan kuasa hukum huruf ‘p’ nya double, JPU mengatakan, sudah diklarifikasi kepada penyidik bahwa itu human error. Tapi kalau di platform e-mail yang digunakan sama atau identik.
JPU lantas menunjukkan e-mail Marthen yang digunakan dan Ahli IT langsung kenyatakan bahwa alamat surel Marthen identik. Seketika itu juga, penjelasan panjang lebar Ahli IT sebelumnya langsung gugur.
“Cukup pernyataan Ahli bahwa alamat e-mail atas nama Marthen Napang identik,” ujar JPU lantang.
Kuasa hukum terdakwa masih coba mendebat, namun Hakim Ketua Buyung Dwikora langsung melerai. “Sudah jelas keterangan ahli. Silahkan masukkan pada catatan persidangan masing-masing saja,” seru Buyung.
Sementara itu, saksi fakta yang dihadirkan ditanya oleh Kuasa Hukum terdakwa soal absensi. Padahal, ketika diperiksa oleh penyidik, dirinya bicara soal e-mail. Ketidaksinkronan antara materi berita acara pemeriksaan (BAP) dengan pertanyaan-pertanyaan dari kuasa hukum terdakwa membuat keterangan saksi menjadi rancu.
JPU sambil menunjukkan BAP saksi pun mempertanyakan, “Saudara saksi ketika di BAP soal e-mail, kok sekarang menjelaskan soal absensi?”
Saksi pun tergagap-gagap dan tidak bisa menjawab. Uniknya, saksi mengatakan baru aktif mengurus absensi dosen pada periode 2019-2020, lanjut lagi pada 2023. Sementara absensi atas nama Marthen Napang yang dipersoalkan pada Juni 2017. Keterangan saksi menjadi tidak linier dengan perkara yang disidangkan.
Demikian juga Ahli Pidana, pengajar di Universitas Indonesia Timur (UIT) yang dihadirkan bicara soal actus reus (perbuatan salah), dan mens rea (niat jahat), di mana untuk membuktikannya harus dilihat fakta-fakta di persidangan.
Dari sejumlah fakta persidangan, baik dokumen maupun keterangan saksi-saksi bukankah perbuatan Marthen Napang terhadap Pelapor Dr. John Palinggi yang juga Ketua Umum Asosiasi Mediator Indonesia (AMI) dan mediator non-hakim di PN Jakarta Pusat ini, telah memenuhi unsur mens rea? (RN)
Be the first to comment