Jakarta, innews.co.id – Pemalsuan putusan Mahkamah Agung sudah sejak lama terjadi. Entah benar atau tidak, rata-rata oknum pelaku mengaku kenal dengan orang dalam MA, baik panitera bahkan hakim agung.
Salah satu kasus pemalsuan putusan MA yang mencuat akhir-akhir ini adalah perkara dengan terdakwa Prof Marthen Napang, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Hasanuddin Makassar. Saat ini, perkara bernomor 465/Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst, dengan terdakwa Marthen Napang yang juga sebagai Pengawas Yayasan Bina Wicara yang menaungi Akademi Terapi Wicara di Jakarta ini, tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Betul, banyak oknum mengaku-ngaku kenal dengan si A hakim agung di MA atau si B sebagai panitera. Lantas menjual nama-nama mereka untuk membuat putusan palsu,” aku Juru Bicara MA yang juga Hakim Agung Dr Yanto, kepada innews, di Jakarta, Rabu (27/11/2024).
Menurutnya, format putusan MA mudah dibuat. “Soal format putusan mudah dibuat mereka. Bahkan, di rental komputer di pinggir jalan juga bisa dibuat,” lanjutnya.
Hakim Agung Yanto menuturkan, pernah ada oknum membuat putusan MA palsu mengaku kenal dengan seorang hakim agung. Padahal, hakim agung yang dimaksud belum dikukuhkan menjadi hakim agung. “Banyak laporan yang kami terima terkait hal itu. Termasuk kasus Prof MN ini yang ngaku-ngaku kenal dengan Panitera FW. Saya sudah tanyakan ke yang bersangkutan dan dia sudah mengklarifikasi ke penyidik bahwa dirinya tidak kenal dengan terdakwa,” terang Jubir MA ini.
Pihak MA sendiri, lanjutnya, prihatin dengan maraknya pemalsuan putusan MA. “Silahkan diproses hukum saja dan ditindak tegas supaya tidak berulang lagi membuat putusan MA palsu,” tandasnya.
Dirinya menekankan, semua pihak harus dapat menghormati institusi MA. Jangan justru memanfaatkannya untuk mendapat cuan dengan cara-cara yang tidak benar, seperti pemalsuan atau penipuan.
Soal tindakan kepada pemalsu putusan MA, Yanto berharap, bisa diproses dan ditindak sesuai hukum yang berlaku. “Proses hukum saja. Nanti majelis hakim yang akan memutuskan,” tukasnya.
Pemalsuan putusan MA
Seperti diberitakan sebelumnya, Marthen Napang diduga memalsukan putusan MA atas perkara kasasi nomor Nomor: 219.PK/PDT/2017 tanggal 12 Juni 2017. Sejatinya, perkara yang diberikan oleh Dr. John Palinggi, Ketua Umum Asosiasi Mediator Indonesia (AMI) dan mediator non-hakim di PN Jakpus ini, merupakan bentuk balas budinya terhadap Aki Setiawan, yang sudah seperti ayahnya sendiri.
Kepercayaan yang besar terhadap Marthen justru disalahgunakan, hingga John mengalami kerugian mencapai Rp 950 juta, yang kata terdakwa untuk operasional dan success fee. Dirinya begitu yakin saat mengirimkan putusan MA via e-mail ke John. Bahkan, sempat mampir ke kantor John di Graha Mandiri untuk mengambil uang Rp 100 juta. Ternyata ketika dicek langsung ke MA, putusan tersebut palsu.
Merasa ditipu John mencoba menghubungi Marthen, namun dirinya raib bak ditelan bumi. Bahkan, Marthen sempat mempolisikan John di Polrestabes Makassar dengan tudingan pencemaran nama baik. Akhirnya, kasus tersebut di SP3 karena setelah gelar perkara tidak ditemukan kesalahan seperti yang dituduhkan. Tak hanya itu, Polda Sulsel pun ikut ia praperadilankan, namun lagi-lagi ditolak.
Sampai akhirnya, Marthen dipolisikan bahkan sudah disidang di PN Makassar dan divonis 6 bulan penjara dengan dakwaan memberikan keterangan palsu. Saat banding, PT Makassar pun memperkuat putusan PN. Kabarnya, Marthen mengajukan kasasi.
Perkara lain terkait penipuan, penggelapan, dan pemalsuan putusan MA, dilaporkan di Polda Metro Jaya. Dirinya sempat ditahan di Rutan Salemba. Saat ini tengah berjalan proses persidangan dengan agenda saksi dari terdakwa. Fakta persidangan, nampaknya Marthen Napang berupaya berkelit dengan berbagai cara.
Penulis buku ternama Oche Otorkpa pernah mengatakan, “Kebohongan memiliki tanggal kadaluwarsa, tetapi kebenaran tidak pernah kadaluwarsa sepanjang masa”. (RN)
Be the first to comment