Jakarta, innews.co.id – Upaya pemerintah membasmi KKB di Papua hendaknya lebih terukur, sehingga tidak sampai warga sipil tak bersenjata yang harus meregang nyawa.
“Penembakan terhadap masyarakat sipil tidak bersenjata sangatlah tidak bisa ditolerir. Karenanya harus segera dihentikan. Kekerasan tidak menyelesaikan masalah,” kata Kepala Biro Papua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Ronald Tapilatu, dalam jumpa pers di ruang pertemuan Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
PGI sangat menyayangkan terjadinya peristiwa kekerasan akibat operasi militer pada 3 kampung di Intan Jaya, yaitu Sugapalama, Jaintaapa, dan Ndugsiga, yang terletak di antara Distrik Sugapa dan Hitapada. Insiden tersebut telah mengakibatkan korban luka tembak seorang ibu dan anak. Bahkan info terbaru sudah menewaskan masyarakat sipil.
Ronald Tapilatu memaparkan informasi terbaru dari Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) terkait peristiwa kekerasan yang terjadi pada Selasa (13/5/2025), pukul 04.00 subuh WIT itu.
“Laporan terbaru yang diterima PGI, ternyata tidak hanya 3 tapi 6 kampung yang terdampak dalam operasi militer di antara Distrik Sugapa dan Hitapada. Dalam peristiwa itu ada 950 masyarakat sipil dari 13 gereja asal GKII dan Katolik yang harus diungsikan. Sementara korban meningg bertambah menjadi 3 orang yaitu, Penginjil Elisa Wandagau, Mono Tapamina, serta Kepala Desa Hitadipa Ruben Wandagau. Data korban lainnya masih terus dicek kembali,” terangnya.
PGI dalam siaran persnya juga menginformasikan ada dua korban warga sipil yaitu, Minus Jegeseni (7 tahun) dan Junite Zanambani, yang terluka akibat terkena serpihan peluru.
PGI juga meminta agar pemerintah segera memulihkan situasi keamanan di wilayah pelayanan gereja di ketiga kampung tersebut dan memberikan kesempatan bagi gereja dan lembaga kemanusiaan untuk memastikan pemulangan warga gereja yang telah mengungsi meninggalkan kampungnya.
PGI juga meminta untuk segera menjembatani “dialog bersama” yang difasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah secara demokratis dan bermartabat antara para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di wilayah tersebut untuk mencegah berulangnya peristiwa yang sama dan demi mewujudkan rekonsiliasi guna tercapainya kedamaian dan ketentraman di Papua.
Pada bagian lain, Anggota Komisi Papua PGI, Beka Ulang Hapsara mengaku prihatin atas peristiwa kekerasan yang tiada henti di Papua, yang menyebabkan masyarakat sipil menjadi korban.
“Negara harus bertanggungjawab untuk ini. Pemerintah harus melakukan pencegahan supaya hal yang sama tidak berulang kembali,” tukas mantan anggota Komnas HAM ini.
Dia menambahkan, ketika negara bicara pembangunan dan kesejahteraaan, maka yang menjadi syarat utamanya adalah situasi yang damai.
Karenanya, Komisi Papua PGI menginginkan adanya dialog antara para pihak yang selama ini terlibat dalam berbagai peristiwa kekerasan di Papua untuk mencari solusi damai yang permanen. (RN)