Jakarta, innews.co.id – Dari sekian banyak organisasi advokat di Tanah Air, tampaknya Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pimpinan Prof Otto Hasibuan yang paling sering membuat kegiatan yang berorientasi memperluas cakrawala intelektual para anggotanya.
“Kegiatan yang rutin diadakan merupakan wujud komitmen kami untuk melaksanakan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, di mana secara kontinu kami membekali para advokat akan pengetahuan dan pengalaman dalam berperkara. Tentu ini menjadi bagian penting agar para advokat terus terasah,” kata Prof Otto Hasibun, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi kepada innews, di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Tidak main-main, secara rutin, Peradi yang memiliki kantor megah, dikenal dengan Peradi Tower ini, mengadakan Seminar Internasional, yang dilakukan secara hybrid, pada Jumat ini.

Tema sentral yang diangkat pada giat yang dibanjiri oleh advokat dari seluruh Indonesia tersebut yakni, “Aspek Hukum Letter of Intent & Memorandum of Understanding dan Artificial Intelligence dan Permasalahan Atas Hak Cipta pada Pusat Data”.
Dua pembicara yang merupakan advokat asing dihadirkan yaitu, Chow Kin Wah dan Hilton Romney King. Keduanya dengan lugas memaparkan bagaimana cepatnya perubahan zaman yang kerap kurang diimbangi dengan update kemampuan para advokat.
Prof Otto berharap melalui kegiatan ini, ilmu advokat akan semakin bertambah. Juga bila menemukan kasus-kasus sejenis, advokat sudah semakin siap.

“Bagi kami organisasi itu bukan sekadar kumpul-kumpul saja, tapi harus dapat membawa kemanfaatan bagi anggota. “Mungkin yang kami lakukan sederhana saja, tapi berdampak luas bagi anggota,” tukas Prof Otto.
Di sisi lain, Dwiyanto Prihartono Ketua Harian DPN Peradi, kegiatan tersebut sesuai ketentuan di Indonesia, di mana para advokat asing harus membagikan ilmunya kepada para advokat maupun masyarakat Indonesia secara cuma-cuma atau probono.

“Kedua pembicara ini sangat expert di bidangnya masing-masing. Ilmu dan pengalaman mereka tentu sangat kita butuhkan,” ujar Dwiyanto.
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan, Rekomendasi, Pengawasan Advokat Asing, dan Pendidikan Spesialiasi Profesi DPN Peradi, Yunus Edward Manik menambahkan, tujuan diadakannya kegiatan ini untuk meningkatkan ilmu pengetahuan para advokat Peradi.
“Ini tidak berhenti di sini, melainkan akan terus berlanjut, di mana kita akan angkat tema-tema yang sesuai dengan kebutuhan rekan-rekan advokat,” imbuhnya.
Paparan menarik
Dalam paparannya yang menarik, Chow menguraikan bahwa saat ini peraturan AI dan machine learning tengah menjadi pembahasan banyak pihak terkait penggunaan data untuk pengembangan machine learning.

Menurutnya, perlindungan data atau privasi di sejumlah negara yang sangat friendly terhadap data center akan membuat undang-undang yang lebih lunak tentang data center dan AI.
“Begitu undang-undangnya dikencangkan, maka bakal mematikan AI dan machine learning. Ketika kita menegakkan hak cipta, maka bisa jadi pengembangan AI akan terkendala,” prediksinya.
Dijelaskan, investasi awal AI dan data center ini di Singapura. Namun karena disana kekurangan pasokan energi listrik, lalu pindah ke Johor Bahru, Malaysia, dan Indonesia.
Data center ini selalu ada karena kapanpun orang memakai internet, pasti ada data center. Bedanya dulu dan sekarang, terjadi lonjakan yang begitu tinggi pada data center.
Ditegaskan, penggunaan AI dan machine learning kalau di Singapura hukumnya jelas dan Indonesia kurang jelas.
Sementara Hilton menjelasan, MoU merupakan tahap awal untuk menuju perjanjian yang lebih spesifik. Ia menyarankan para advokat tidak harus spesifik dalam menyusun MoU.
“Kalau terjadi agreement maka harus dibuat pasal bahwa apa yang disepakati di dalam MoU dibatalkan untuk menghindari ambiguitas,” tukasnya. (RN)