Wamenko Otto Hasibuan: Efektif Jerat Koruptor, Laksanakan UU Tipikor Secara Adil

Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof Otto Hasibuan, pada Seminar Nasional bertajuk "Kriminalisasi Kebijakan dalam Jerat Pidana Korupsi" yang diinisiasi oleh Katadata Insight Center di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis (14/11/2024)

Jakarta, innews.co.id – Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) harus dilaksanakan secara adil dan sejujur-jujurnya, baru efektif menjerat koruptor.

Hal tersebut dikatakan Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof Otto Hasibuan, pada Seminar Nasional bertajuk “Kriminalisasi Kebijakan dalam Jerat Pidana Korupsi” yang diinisiasi oleh Katadata Insight Center di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis (14/11/2024).

“Pelaksanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1999 jangan sampai melukai keadilan tertinggi dan meminta agar dilaksanakan sejujur-jujurnya. Kita berharap para penegak hukum dapat melaksanakan ini dengan hati-hati dengan adil. Jangan sampai melukai keadilan yang tertinggi. Ini yang saya kira penting yang harus kita garis bawahi atau laksanakan,” kata Prof Otto Hasibuan.

Diakuinya, selama ini Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memang kerap mengundang perdebatan.

Dikatakan, pada pasal 2 disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.

Menurutnya, frasa perbuatan melawan hukum dalam pasal 2 tersebut oleh sebagian orang diminta agar dapat dirumuskan kembali supaya dapat memenuhi unsur pidana. “Pasal 2 tersebut dinilai terlalu lentur karena tidak mendapatkan actus reus tentang unsur perbuatan melawan hukumnya,” seru Prof Otto.

Meski demikian, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa frasa tersebut tidak lentur karena unsur perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan merugikan negara sudah termaktub di dalam pasal tersebut.

“Apakah tidak dipertimbangkan? Business Judgment Rules harus dipertimbangkan, tapi jangan juga digunakan untuk menutupi perbuatan pidana itu. Jadi selalu ada dua sisi,” bebernya.

Karenanya, Prof Otto mendorong di tataran pelaksanaannya harus dilakukan dengan hati-hati dan adil. Sebab, jika ditegakkan dengan benar dapat menjerat koruptor.

“Kalau dilaksanakan dengan hati-hati dan adil itu sebenarnya kita bisa menjerat pelaku korupsi kalau dia betul-betul melakukan perbuatan itu,” tukasnya.

Sebaliknya, bila tidak dilakukan secara benar dan memunculkan banyak tafsir, maka sulit menjerat para koruptor. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan