Jakarta, innews.co.id – Berlarutnya penyelidikan dan penyidikan suatu perkara mencerminkan profesionalisme penyidik.
“Penanganan perkara yang berlarut-larut mempertaruhkan profesionalisme penyidik,” kata ahli hukum pidana Dr. Hendri Jayadi Pandiangan SH., MH., menyikapi laporan polisi Nomor: LP/B/0864/X/2019/Bareskrim tanggal 3 Oktober 2019, yang dinilai mandeg karena lambannya proses, di Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Seperti diketahui laporan polisi tersebut dilayangkan oleh Paulus Amat Tantoso, pemilik PT Hosana Exchange, sebuah perusahaan money changer di Batam, Kepulauan Riau, yang ditipu oleh eks karyawannya berinisial M bersama dua rekannya Y (pengusaha di Batam) dan K (warga negara Malaysia), sebesar Rp 121 milyar.

Proses penanganan perkara yang lambat dikhawatirkan ada pihak yang dengan sengaja membuat masuk angin.
Padahal, pada 2019 silam, perkara penipuan sebesar Rp 1 milyar dengan tersangka M sudah dilaporkan ke Polresta Barelang, Batam, dan telah disidangkan. Terdakwa M divonis hukuman penjara 1,6 tahun.
Hasil audit dari kantor akuntan publik menyebutkan ternyata kerugian akibat tindak pidana penipuan ini tidak hanya Rp 1 milyar, melainkan Rp 121 milyar. Untuk itu, Paulus kembali melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, pada 2019 lalu.
“Saya melihat, baik yang dilaporkan di Polresta Barelang maupun Mabes Polri merupakan satu rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang. Jadi, ada yang menyuruh, yang mengeksekusi, dan membantu sehingga tindak pidana tersebut bisa berjalan. Tentu saja, ini bisa masuk kategori tindak pidana pencucian uang (TPPU),” terang Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini.
Profesionalitas penyidik
Hendri mendorong agar penyidik lebih profesional dalam menangani perkara tersebut. “Perkara ini ibarat sebuah sindikasi dari mereka yang telah cukup berpengalaman dan mampu melihat celah-celah untuk melakukan tindak pidana,” tambah Hendri.
Menurutnya, penyidik harus gerak cepat (gercep) menyikapi persoalan tersebut. Bahkan harus melibatkan interpol dan juga kedutaan besar yang ada di Malaysia untuk meringkus K yang notabenenya warga Malaysia, agar masalah ini bisa terang benderang.
“Perkara ini harus ada progres yang jelas dan terbuka ke publik. Perkara yang ratusan triliun saja bisa diselesaikan cepat, kenapa yang cuma ratusan milyar lama sekali?” tanyanya.
Dia mencontohkan, oknum-oknum yang diduga mafia di Pertamina begitu cepat ditangani. “Memang dalam proses penyidikan itu butuh waktu. Ketika perkara sudah dinyatakan lengkap oleh penyidik, maka dia harus melimpahkan berkas itu ke kejaksaan,” bebernya.
Hendri menegaskan, dalam perkara ini, reputasi Polri dipertaruhkan. Jadi, aparat penegak hukum harus betul-betul concern dalam perkara ini dan tegas karena sudah terlalu lama.
“Melihat sepak terjang Polri selama ini dengan begitu banyak prestasinya, saya yakin akan mampu mengungkap masalah ini dengan cepat. Proses perkara itu sederhana, cepat dan ringan. Karenanya Polri harus memberikan atensi besar. Dengan penanganan perkara yang cepat, maka kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin besar, bukan sebaliknya,” tukasnya.
Hendri berharap Polri bisa lebih sigap, cepat, dan profesional dalam menangani perkara demi perkara, dengan tetap menjunjung tinggi objektifitas dan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. (RN)