
Jakarta, innews.co.id – Advokat adalah profesi yang terhormat (officium nobile) dan menjunjung tinggi etika. Karenanya, kegaduhan yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang dilakukan Razman Arif Nasution dan kuasa hukumnya Firdaus Oiwobo dalam sidang perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Hotman Paris Hutapea, dinilai sebagai tindakan yang kebablasan dan tak beretika.
“Berdasarkan etika profesi dan frasa officium nobile, advokat/pengacara adalah suatu profesi yang terhormat. Sehingga harus menjunjung etika dan saling menghargai sesama penegak hukum,” kata Dr. Sawoung Pradipta Suryodewo, Founder ASK Law, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Berkaca pada hal tersebut, lanjut doktor hukum ini, tak heran publik menilai apa yang dilakukan Razman dan Firdaus merupakan tindakan yang tidak patut dan tergolong sebagai pelanggaran serius terhadap kewibawaan, martabat, dan kehormatan pengadilan atau contempt of court.
“Kewajiban menjaga kewibawaan pengadilan telah diatur dengan jelas dalam Pasal 217 dan 503 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juga dalam KUHAP Pasal 217 dan 218, yang mengamanatkan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam persidangan wajib menghormati pengadilan,” terang Sawoung.
Hal ini berbeda dengan hak imunitas advokat, yang mengacu pada Pasal 16 UU Advokat No.18 Tahun 2003, yang diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013.
Disitu dijelaskan bahwa hak imunitas advokat adalah hak istimewa yang membuat advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Hak ini berlaku ketika advokat menjalankan tugasnya dengan itikad baik untuk membela klien.
Ada beberapa kondisi di mana hak imunitas advokat tersebut berlaku antara lain, melakukan tugas profesi di dalam maupun di luar pengadilan; Melakukan tindakan-tindakan non-litigasi yang dilakukan dengan itikad baik; Melakukan tindakan untuk kepentingan pembelaan klien.
“Kegaduhan di PN Jakut konteksnya berbeda. Itu juga yang menjadi alasan PN Jakut melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri,” imbuhnya.
Dibekukan
Seperti diketahui, Ketua Pengadilan Tinggi Banten dalam penetapannya Nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/II/2025 tentang Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat, dengan tegas menyatakan, “Membekukan Berita Acara Sumpah Advokat Nomor W29.U/378/HK-ADV/IX/2016, tanggal 15 September 2016 atas nama M. Firdaus Oiwobo, SH., Nomor Induk Advokat: 011-05969/ADV-KAI/2016 yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banten.

Surat yang diteken langsung oleh Ketua PT Banten Dr. H. Suharjono, SH., M.Hum., tertanggal 11 Februari 2025 tersebut juga menjadi babak akhir dari perjalanan karir Firdaus sebagai advokat.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Ambon merilis suratnya bernomor 44/KPT.W27-U/HM.1.1.1/II/2025, tentang Pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat Nomor Urut 118 Atas Nama Razman Arif, SH (Razman Arif Nasution) Tanggal 2 November 2015.
Dalam ketetapannya yang diteken oleh Aroziduhu Waruwu, SH., MH., Ketua PT Ambon pada 11 Februari 2025 dituliskan, “Membekukan berita acara pengambilan sumpah advokat nomor urut 118 atas nama Razman Arif, SH (Razman Arif Nasution, SH) yang telah diambil sumpahnya di Pengadilan Tinggi Ambon pada tanggal 2 Nivember 2015”.
Ini juga menandakan berakhir sudah karir Razman sebagai seorang lawyer.
“Kita tidak berbicara benar atau salah, tapi coba menilai dari sebab akibat yang ada. Karena dalam hal ini bahasa yang digunakan adalah “dibekukan”. Hal ini yang juga perlu ada penjelasan definisi dimaksud,” tukas Sawoung.
Hal tersebut juga melihat misal, bagaimana jika ada penegak hukum lain seperti, Jaksa dan lain-lain yang mungkin melakukan hal serupa dalam perkara persidangan lain. (RN)
Be the first to comment