Bekasi, innews.co.id – Menyoroti ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terutama pada Pasal 56 yang berfokus pada perlindungan lingkungan laut, yang dituangkan dalam tesis berjudul, ‘Tinjauan Yuridis terhadap Pengelolaan Sumber Daya Laut dalam PP No. 26 Tahun 2023 Berdasarkan Perlindungan Kelestarian Kelautan’, Dr. (HC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., MH., M.Mar., dinobatkan sebagai Wisudawan Terbaik dari Fakultas Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), pada Dies Natalis Ke-29 dan Wisuda Sarjana serta Magister Semester Genap tahun akademik 2023/2024, di Bekasi, hari ini.
Menurut Captain Hakeng, PP Nomor 26 Tahun 2023 cenderung lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya laut, khususnya pasir laut. “Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Kelautan yang menempatkan pelestarian ekosistem laut sebagai prioritas utama,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa diskrepansi ini menciptakan tantangan serius dalam harmonisasi regulasi di Indonesia.
Eksploitasi pasir laut yang diatur dalam PP tersebut, menurut Captain Hakeng, berpotensi merusak ekosistem laut yang menjadi habitat bagi berbagai spesies, termasuk ikan. Aktivitas ini tidak hanya mengancam dasar laut, tetapi juga mengganggu proses reproduksi ikan dan rantai makanan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada sektor perikanan.
“Meski secara ekonomi ekspor pasir laut terlihat menguntungkan, dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dapat mempengaruhi kehidupan nelayan serta keberlanjutan sumber daya laut,” tegasnya.
Lebih jauh, Captain Hakeng menilai bahwa dilema antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan merupakan tantangan umum yang dihadapi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Kebijakan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek berisiko mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital bagi generasi mendatang.
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, sambungnya, Indonesia memegang tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian ekosistem laut.
Baginya, kebijakan seperti ekspor pasir laut, jika tidak diatur dengan bijaksana, bisa merusak reputasi internasional Indonesia dalam upaya pelestarian lingkungan.
“Oleh karena itu, integrasi antara perspektif ekonomi dan lingkungan dalam kebijakan publik sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga untuk menunjukkan komitmen global Indonesia sebagai penjaga ekosistem laut,” serunya.
Dirinya juga mengapresiasi kepemimpinan Rektor Ubhara Jaya Prof. Bambang Karsono. Menurutnya, Ubhara Jaya bukan sekadar institusi pendidikan, tetapi juga pusat pemikiran kritis yang berperan penting dalam menciptakan kebijakan publik yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan memerlukan solusi berbasis ilmu pengetahuan, dan di sinilah peran penting akademisi dan lembaga pendidikan seperti Ubhara Jaya dalam menjawab kebutuhan tersebut.
“Ubhara Jaya berperan aktif dalam melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu memberikan solusi berbasis ilmu pengetahuan,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment