Jakarta, innews.co.id – Kasus persekongkolan terbesar yang terjadi di tahun 2025 yakni, dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) dan dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan mesin. Bayangkan, sidang perkara dugaan kartel bunga pinjol melibatkan 97 perusahaan fintech dan menjadi salah satu kasus terbesar yang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Kasus dugaan kartel ini sangat mengerikan. Terhadap pelaku usaha pinjaman online yang telah bersekongkol melakukan kartel, maka KPPU segera lakukan penindakan dengan memanggil pelaku usaha tersebut,” kata pakar hukum persaingan usaha, Dr. H. Sutrisno, SH., MHum., di Jakarta, Senin (13/10/2025).
Menurut Doktor Ilmu Hukum ini, dalam melakukan investigasi terhadap kasus ini, KPPU harus menunjuk investigator yang berkualitas dan profesional sehingga tidak ada celah lepas dari tuntutan telah melakukan kartel pada semua tingkatan pada sidang di KPPU, termasuk upaya hukum yang dilakukan pelaku usaha.
“Investigasi harus dilakukan secara komprehensif. Karenanya, dibutuhkan investigator yang jujur dan berintegritas,” tegasnya.
Butuh ketegasan
Diakuinya, terkadang dilema bagi KPPU ketika memproses suatu perkara kartel di mana diduga ada melibatkan oknum-oknum di pemerintahan.
“Kasus kartel tetap harus diproses hukum. Dalam hal ini KPPU harus tegas, independen, dan profesional,” seru advokat senior yang juga Wakil Ketua Umum DPN Peradi ini.
Dikatakannya, KPPU bisa langsung saja memerintahkan pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti merugikan masyarakat, sekaligus pengenaan denda yang setinggi-tingginya sebesar Rp 25 miliar, sekaligus pencabutan izin usahanya.
Bagi Sutrisno, KPPU dalam melakukan penindakan terhadap pelaku usaha tidak boleh ada diskriminatif.
“Acuannya adalah sanksi itu harus diterapkan kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, khususnya yang menyebabkan masyarakat tidak sejahtera karena terlilit hutang disebabkan meminjam uang dengan suku bunga yang mencekik leher,” tandasnya.
Extraordinary enforcement
Lebih jauh lulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta ini menegaskan bahwa penanganan kartel memerlukan extraordinary enforcement dari KPPU.
“KPPU sebagai lembaga independen mengemban amanat UU 5/1999 yanh bertujuan terwujudnya ekonomi nasional yang efisien dan berkeadilan untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) periode 2015-2022 ini.
Adapun cara untuk mewujudkan visi tersebut dengan melakukan pencegahan dan penindakan, internalisasi nilai-nilai persaingan usaha serta penguatan kelembagaan.
“Jadi, terhadap kegiatan korporasi pinjol yang kemudian menerapkan suku bunga yang tinggi sehingga akan memberatkan bagi debitur yang meminjam uang secara online, maka sudah seharusnya KPPU melakukan pencegahan sekaligus menindak kegiatan korporasi yang memberikan pinjaman secara online. Tidak harus ada pengaduan dari masyarakat lebih dahulu seharusnya KPPU mempunyai kepekaan terhadap kondisi masyarakat yang tercekik karena penerapan suku bunga yang tinggi,” pungkas Sutrisno. (RN)












































