Jakarta, innews.co.id – Penganiayaan yang dialami pengacara kondang Dr. Pieter Ell saat menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum ahli waris Djiun bin Balok, oleh sekelompok preman suruhan PT Sayana Integra Property (SIP), developer Apartemen Sakura Garden City, merupakan tindak pidana serius dan bentuk pelecehan terhadap dunia hukum di Indonesia.
Padahal, lembaga peradilan sampai tingkat Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa ahli waris adalah pemilik sah lahan seluas 13 hektar. Putusannya telah inkrah, namun PT SIP coba mengingkarinya.
Saat memasang patok diatas tanah milik ahli waris, Pieter Ell dianiaya oleh sekitar 50 preman menggunakan kayu. Akibatnya, Pieter Ell mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya.
“Jelas itu perbuatan pengecut dan yang dilakukan PT SIP untuk mengintimidasi ahli waris. Kami mengutuk tindakan premanisme tersebut,” kata Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom, dalam pernyataan persnya, hari ini.

Menurutnya, aksi premanisme tersebut tidak dibenarkan. “Saudara Pieter Ell telah bertindak benar sebagai kuasa hukum ahli waris. Kalau mau main kekerasan, kami juga bisa meladeni,” tukasnya.
Baginya, ada jalur hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Jangan jadi pengecut! Saudara Pieter Ell menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum dan berlaku sesuai dengan putusan pengadilan. Tidak ada yang salah dengan tindakan Saudara Pieter Ell.
Sebby meminta agar polisi menangkap para preman dan pimpinan PT SIP. “Siapapun yang bertanggung jawab terhadap terjadinya penganiayaan tersebut harus diproses hukum. Polisi jangan tebang pilih. Kalau perlu penjarakan semua,” serunya.
Penganiayaan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Selain itu, jika terbukti bahwa penganiayaan dilakukan karena atau saat advokat sedang menjalankan tugasnya, pelaku dapat dikenakan sanksi tambahan sesuai Pasal 21 UU Advokat, yang menjamin advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, saat menjalankan profesinya dengan itikad baik.

Sebby menjelaskan, dirinya mengenal Pieter Ell sebagai sosok pengacara yang profesional dan berintegritas. Dan, Pieter Ell yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Universitas Cendrawasih Papua (Sekjen IKA Uncen) sendiri pernah menjadi kuasa hukum Sebby saat dirinya ditangkap polisi pada 2008 silam.
Sejak 1983, sudah 13 perkara yang masuk pengadilan terkait kasus tersebut, mulai dari pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi sampai MA. Semuanya dimenangkan oleh ahli waris Alm. Djiun bin Balok, yang dalam hal ini diwakili oleh Alm. Nurhayati, SmHk.
Terakhir, Mahkamah Agung RI dalam putusannya atas perkara nomor 601K/Pdt/1986 tanggal 31 Oktober tahun 1987, dengan tegas menyatakan tanah adat seluas 10 hektar adalah milik ahli waris Djiun bin Balok dkk.
Pada 18 September 2025 telah dilakukan upaya mediasi oleh Kantor Pertanahan Jakarta Timur, namun PT SIP tidak hadir. (RN)












































