Jakarta, innews.co.id – Saksi fakta Anggia Murni nampaknya coba mengaburkan fakta. Salah satunya, ia mengaku tidak mengenal Sutiah, pegawai di kantor Pelapor Dr. John Palinggi. Padahal, sebelum sidang, keduanya tampak berbincang akrab di ruang tunggu.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung, penipuan, dan penggelapan, dengan terdakwa Marthen Napang, dihadirkan Anggia Murni sebagai saksi, di PN Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Buyung Dwikora, Anggia saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku tidak mengenal dengan Sutiah. “Apakah saksi mengenal pegawai di kantor Dr. John Palinggi, bernama Rusdini dan Sutiah?” tanya JPU.
“Saya tidak mengenal mereka,” ucap Anggia. Ini jelas bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. Padahal, sebelum memberi kesaksian Anggia sudah melakukan sumpah untuk mengatakan yang sebenar-benarnya.
Anggia yang beragama Muslim nampaknya tidak takut dengan kecerobohannya melaksanakan sumpah yang telah diucapkannya. Dalam Islam, jika telah berjanji dengan mengucapkan sumpah, maka seseorang harus melaksanakan sumpahnya tersebut. Jika tidak, maka Allah akan meminta pertanggung jawaban atas apa yang disumpahkan.
Dalam Islam, hukuman bagi orang yang melanggar sumpah adalah membayar kafarat. Kafarat adalah denda yang dibayarkan untuk menebus kesalahan yang dilakukan secara sengaja.
Beberapa jenis kafarat yang harus dibayarkan yakni, memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian kepada 10 orang miskin, memerdekakan budak, dan berpuasa selama 3 hari. Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT QS. Al Maidahayat 89. Juga berdasarkan Hadist Riwayat Muslim orang yang melanggar janji dan sumpah tergolong munafik.
Kafarat sumpah hanya wajib dibayarkan oleh seorang Muslim yang bersumpah atas nama Allah dalam keadaan sadar. Kafarat boleh dikeluarkan sebelum ataupun sesudah pelanggaran (pembatalan) sumpah.
Dalam persidangan tersebut, Anggia membeberkan bahwa Terdakwa mendirikan kantor hukum Law Firm Mahamu & Associated, bersama Muhammad Alwi Hamu dan Anggia, 2016 silam.
Hal ini jelas melanggar UU ASN, mengingat Marthen Napang tercatat sebagai dosen tetap di Universitas Hasanuddin, Makassar. Bahkan, Terdakwa telah beracara di persidangan, pada sejumlah perkara.
Anggia yang juga mantan murid Terdakwa di FH Unhas mengaku tidak tahu kalau Terdakwa memiliki kantor di Graha Mandiri, Jakarta, pada 1999-2004. “Saya tidak tahu kalau terdakwa sudah punya kantor hukum. Tapi yang jelas kami sama-sama mendirikan Law Firm Mahamu & Associated,” tegasnya. (RN)
Be the first to comment