Jakarta, innews.co.id – Tak berujungnya polemik lahan di Jalan Sadar, Siborong-borong, Tapanuli Utara, menimbulkan pertanyaan besar, apakah aparat kepolisian patgulipat atau memang tak punya nyali menuntaskannya?
Lahan yang memiliki 4 sertifikat hak milik (SHM) tersebut sejatinya adalah milik ahli waris Ompung Andreas Nababan/boru Lumbantoruan. Salah satunya adalah Capt. Dr. Anthon Sihombing, MM., M.Mar., politisi Partai Golkar yang juga anggota DPR RI tiga periode.
“Ompung kami telah menguasai tanah tersebut sejak tahun 1869, yang diwariskan kepada keturunannya,” kata Anthon Sihombing, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (17/2/2025).

Belakangan, ada oknum-oknum yang mengaku-aku tanah itu milik mereka, bahkan menduduki dan membangun rumah di situ. Apalagi, keturunan Ompung Andreas mayoritas tidak berada di lokasi tersebut. Oknum tersebut juga menggugat keabsahan kepemilikan tanah tersebut.
“Selama ini kami dari ahli waris tidak terlalu mengomentari gugatan perkara tanah di Jalan Sadar Siborongborong. Kami masih mempercayai aparat penegak hukum untuk bertindak dan memutuskan apa yang mereka yakini sesuai dengan hati nuraninya. Di sisi lain kami menganggap orang yang berperkara dengan kami adalah sesama marga Nababan yang kami anggap masih punya ikatan saudara dengan kami,” jelas Anthon yang juga Ketua Umum Komisi Tinju Indonesia (KTI) ini.
Seiring waktu, hasrat menguasai tanah tersebut kian besar. Bahkan, oknum-oknum tersebut membuat skenario pemberitaan secara berjamaah melalui media sosial oleh keluarga yang mengaku Ompung Banggar untuk menarik simpati masyarakat seolah-olah mereka yang menjadi korban dan teraniaya oleh hukum. Pun merusak sejumlah barang-barang di atas tanah tersebut.

Guna memberi pelajaran, kasus pun dilaporkan ke polisi. Hingga oknum-oknum tersebut ditahan berdasarkan putusan pengadilan.
Muncullah aksi demo dari kubu oknum tersebut di Pengadilan Negeri Tarutung dengan membawa peti mati. Para pendemo juga menghujat Anthon Sihombing dengan kata-kata yang tidak pantas dan tidak beradab. Aksi demo berlanjut, di mana pendemo sampai tidur di teras Polres Tarutung untuk memberi tekanan kepada aparat kepolisian agar membebaskan orang-orang mereka yang ditahan.
Terakhir mereka berdemo di kantor BPN Tapanuli Utara dan menuntut keabsahan tanah yang telah bersertifikat.
“Diduga kuat ada oknum mantan pejabat Pemkab Taput yang bermain pada kasus ini dan ingin dapat keuntungan bila gugatan mereka dikabulkan,” seru senior Partai Golkar dan salah satu Ketua Depinas Soksi, sayap Golkar ini.
Bahkan diduga ada juga oknum pejabat di Pengadilan Negeri Tarutung terlibat, sehingga kasus ini stagnan. Bahkan laporan yang dilayangkan oleh Anthon Sihombing ‘dibelokkan’ menjadi tindak pidana ringan (tipiring), sehingga oknum penyerobot lahan bisa bebas berkeliaran.
“Kami sudah ajukan laporan polisi ke Polres Tapanuli Utara di Tarutung. Kami terus memantau laporan polisi tersebut, namun alasan dari pihak polres masih dalam proses,” ungkap Kuasa Hukum Anthon Sihombing, Hotbin Simaremare, SH., ketika dikonfirmasi, Kamis (13/2/2025).
Bagi Hotbin, langkah hukum sudah dilakukan berupa laporan pidana ke polisi. “Bukti-bukti sudah diajukan. Sekarang bolanya ada di pihak kepolisian. Apabila dalam kurun waktu yang dianggap tidak wajar, maka kami akan melakukan upaya hukum melaporkan ke Divpropam Mabes Polri karena ini menjadi contoh ketidakprofesionalan penyidik,” tegasnya.
Sekitar 5 bulan lalu, objek perkara telah dipasangin police line. Pihak kepolisian sudah dua kali melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan, namun oknum tersebut selalu mangkir. Ini kasus yang sama dan pelakunya juga sama. Dulu, sudah pernah divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tapanuli Utara, tapi sudah bebas dan kembali melakukan aksinya.
“Berdasarkan aturan, kalau dua kali dipanggil mangkir, harusnya tersangka dijemput paksa. Tapi itu sampai sekarang tidak dilakukan oleh pihak kepolisian dengan berbagai alasan. Waktu itu, dikatakan keterbatasan personil karena tengah menghadapi Pilkada, Nataru, dan sampai kini tersangka tidak juga dijemput paksa. Ada apa dengan polisi ini?” tanya Anthon.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Taput AKP Arifin Purba ketika dikonfirmasi melalui pesan pendek, hingga berita ini diturunkan belum merespon.
“Sangat disayangkan sikap Polres Taput yang menggantung masalah ini dan membiarkan Darwis cs bebas. Padahal, mereka sudah mendirikan 7 rumah di tanah kami. Di tahun 2007, pelaku yang sama sudah dipenjara pada kasus yang sama selama 6 bulan,” pungkasnya
Dia mengatakan, bila terus menerus tanpa kejelasan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah hukum terhadap sikap penyidik Polres Taput. (RN)