Jakarta, innews.co.id – Status Prof Marthen Napang yang kini menjadi tahanan Kejaksaan Jakarta Pusat dan dalam waktu dekat akan duduk di kursi pesakitan alias menjalani persidangan, harusnya sudah cukup untuk membuat Yayasan Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologia Indonesia Timur (STFT Intim) Makassar untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian.
Seperti diketahui, Prof Marthen Napang duduk sebagai Ketua Badan Pengurus STFT Intim. Sementara Ketua Pembina dipegang oleh Pdt. Dr. Alfred Anggui, yang juga Ketua Sinode Gereja Kristen Toraja dan jabatan Rektor diemban Pdt. Dr. Lidya K. Tandirerung, MA., M.Th.
Penegasan itu disampaikan Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS) Pdt. Aburrazak, S.Teol., dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (24/7/2024).
“Menurut saya, pihak Yayasan sudah seharusnya mengeluarkan SK pemberhentian,” kata Pdt Aburrazak.
Dia menegaskan, bila pihak Yayasan tidak punya gerakan untuk itu atau sengaja membiarkan hal tersebut, maka gereja-gereja pendukung STFT Intim sudah harus bersuara untuk mendesak pihak yayasan (memecat Marthen Napang).
Tanpa tedeng aling-aling, Ketua Sinode GKSS ini berujar, “Masakan orang berkasus banyak kok dibiarkan!”
Dirinya memastikan, “Minggu depan, Sinode GKSS akan bawa dalam rapat dan hasil rapat tersebut akan disampaikan kepada yayasan/pihak STFT Intim untuk di tindaklanjuti dan kemungkinan besar akan tembuskan ke sinode lain sebagai pembina”.
Di sisi lain, Rektor STFT Intim Pdt. Dr. Lidya K. Tandirerung, ketika dikonfirmasi masalah ini, bungkam 1.000 bahasa. Hingga berhari-hari pesan yang dikirimkan via WA, tidak ditanggapi. Begitu juga Ketua Pembina STFT Intim, Pdt. Dr. Alfred Anggui, enggan berkomentar. Ada apa? Apakah ada upaya melindungi Prof Marthen Napang atau ada pertimbangan lain?
Diberitakan sebelumnya, Prof Marthen Napang dilaporkan ke polisi oleh pengusaha, pengamat militer dan kepolisian, dan tokoh masyarakat lintas iman, Dr. John Palinggi, dengan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP). Sebagai informasi, surat yang dipalsukan adalah putusan Mahkamah Agung RI.
Sebelum perkara ini, Pengadilan Negeri (PN) Makassar telah memvonis Prof Marthen dengan hukuman penjara selama 6 bulan dalam perkara membuat laporan palsu, juga dari laporan Dr. John Palinggi. (RN)
Be the first to comment