Jakarta, innews.co.id – Gugatan perkara hak kekayaan intelektual (HAKI) tanpa melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, termasuk Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), rentan dinyatakan niet ontvankelijke verklaard (tidak dapat diterima).
Hal tersebut secara tegas dikatakan pakar kekayaan intelektual Dr. Suyud Margono, yang menjadi saksi ahli di persidangan pada perkara merek dagang sarung tangan ternama “Lobster” di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri Medan, Kamis (26/6/2025) lalu.

Suyud menjelaskan perkara tersebut bisa dikatakan cacat formil. “Dalam perkara kekayaan intelektual, terutama menyangkut hak atas merek, kehadiran DJKI sebagai pihak tergugat sangat krusial. Tanpa itu, gugatan bisa batal demi hukum,” ujarnya di muka persidangan yang dipimpin oleh Assad Rahim (Ketua) serta dua hakim anggota, Philip dan Jupida.
Seperti diketahui, pihak penggugat kembali mengajukan dua gugatan baru pada April 2025 tanpa mencantumkan DJKI sebagai tergugat II. Merujuk Pasal 91 juncto Pasal 92 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, DJKI memiliki kedudukan hukum penting dalam penyelesaian sengketa hak atas merek.
“Kehadiran DJKI sangat dibutuhkan untuk menjelaskan terkait pendaftaran dan kepemilikan yang sah sarung tangan merek Lobster tersebut,” tutur mantan Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) ini.
Menurut Dr. Suyud Margono yang juga sebagai Arbiter/Mediator pada Badan Arbitrase Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAMHKI), pelaku usaha sebagai pemilik merek harus fokus pada jenis produk yang akan digunakan (produksi/perdagangan). Karenanya, suatu merek dengan jenis produk barang/jasa yang tidak jelas berdampak pada tidak diproduksi apalagi diperdagangkan, hal ini dapat dikualifikasikan non-use registered trademark. Sehingga merek dapat dihapus dari daftar umum merek melalui gugatan ke Pengadilan Niaga oleh pihak yang berkepentingan.
Pada gugatan sebelumnya, Kartono sebagai pemilik sah merek tersebut sudah memenangkan perkara serupa pada 2024 lalu. Namun, kembali digugat. Tergugat menghadirkan sederet alat bukti kuat, mulai dari sertifikat merek, salinan putusan inkrah Pengadilan Negeri Medan, hingga surat penolakan resmi dari DJKI atas permohonan penggugat. Termasuk pula bukti penolakan dari situs resmi DJKI atas nama Herman serta surat keberatan yang diajukan atas permohonan tersebut. (RN)