Dua Notaris Diduga Bantu Mafia Tanah ‘Ngerjain’ Rumah Mantan Diplomat di Kemang

Rumah mantan diplomat di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, yang menjadi sengketa

Jakarta, innews.co.id – Penyidik Subdit Harda Dit Reskrimum Polda Metro Jaya telah menetapkan dua notaris yakni, Lusi Indriani dan Vivi Novita Randireksa, sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah dengan obyek perkara di Jalan Kemang V Nomor 12, Jaksel, milik mantan diplomat Djohan Effendi.

Keduanya diduga bersekongkol dengan Ir. Santoso Halim, yang memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.

“Pihak keluarga telah melaporkan Ir. Santoso Halim serta notaris Lusi Indriani dan Vivi Novita Randireksa ke Polda Metro Jaya (PMJ) atas dugaan melanggar Pasal 266 dan 264 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dan, PMJ telah menetapkan mereka sebagai tersangka. Namun, hingga saat ini kasusnya belum dilimpahkan ke tahap II karena Tim Jaksa Peneliti Kejati DKI Jakarta menilai berkas penyidikannya belum lengkap (P21),” kata Arlon Sitinjak, SH., MH., kuasa hukum keluarga Drs. Djohan Effendi, kepada innews, di Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Arlon menjelaskan, meski telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), namun hingga kini Santoso Halim belum juga ditangkap. “Kami masih terus berkoordinasi dengan Tim Penyidik Polrestro Jaksel. Sampai sekarang Halim masih buron,” tukasnya.

Kronologi kejadian

Persoalan bermula pada tahun 2016, di mana rumah Djohan Effendi yang pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Politik RI untuk Jepang, Jerman, Italia, dan India pada 1960-1987 itu disewa oleh Husin Ali Muhammad

Dengan alasan ingin menurunkan daya listrik, Husin meminjam sertifikat hak milik (SHM) rumah tersebut. Untuk meyakinkan Djohan yang lebih dari 27 tahun melalang buana ke berbagai belahan dunia tersebut, Husin membawa Fauzi, petugas PLN bodong. Akhirnya, Djohan terkecoh dan menyerahkan SHM rumah yang kemudian ditukar oleh Husin dengan yang palsu.

Setelah sertifikat asli ditangan Husin, tiba-tiba muncul Djohan Effendi palsu diperankan oleh Santoso Halim, yang diduga memang sudah direkayasa sebelumnya. Terjadilah transaksi antara Husin dan Djohan Effendi palsu dengan pembeli, dihadapan notaris pada 12 Agustus 2016. Rumah itu laku dijual Rp 10 miliar.

Mengetahui hal tersebut, Djohan Effendi meminta pihak BPN memblokir sertifikatnya dan melaporkan Husin ke Polres Jaksel pada 6 Februari 2017. Husin pun divonis 5 tahun penjara, meski sempat menempuh banding hingga kasasi. Saat ini, Husin dikabarkan telah meninggal dunia.

Secara tegas Arlon meminta pihak kepolisian segera menangkap Santoso Halim dan memproses hukum termasuk dua notaris tersebut. Selain itu, BPN Jaksel juga diminta segera menerbitkan sertifikat bahwa tanah dan rumah tersebut milik Djohan Effendi, sebagaimana putusan Tata Usaha Negara (TUN) Nomor 547/F/2023/PTUN JKT tanggal 19 Maret 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan