Jakarta, innew.co.id – Pilkada Serentak di Bumi Cendrawasih memiliki keunikan karena akan menerapkan dua sistem pemilihan, yakni sistem noken (keterwakilan) dan secara langsung seperti yang dilakukan di wilayah-wilayah lain.
Di model pemilihan noken pun ada dua sistem yang diterapkan yaitu noken big man dan noken gantung. Pada sistem noken big man, penyaluran hak suara dipercayakan kepada ketua adat atau ketua kampung. Di mana warga bermusyawarah terlebih dahulu untuk menentukan pilihan bersama, lalu ketua adat atau kampung yang menyalurkan ke tempat pemungutan suara (TPS) secara kolektif berdasarkan kesepakatan warga. Sementara sistem noken gantung hanya pengganti kotak suara yang sulit didistribusikan ke lokasi-lokasi tertentu.
“Dari dua metode pemilihan yang diterapkan di Papua, keduanya mendapat perhatian besar dari seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat, terutama yang terhimpun dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB),” kata Ketua FKUB Papua Pendeta Lipiyus Biniluk, M.Th., kepada innews, di sela-sela Rapat Asosiasi FKUB Indonesia, di Hotel Orchad, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Secara aktif, FKUB turun ke masyarakat untuk menyerukan terciptanya Pilkada aman dan damai. “Kami juga sudah mengadakan doa-doa lintas agama dan menghimpun para pemuka agama untuk selanjutnya menyerukan kepada umatnya masing-masing agar dapat menjaga ketertiban dan keteduhan selama pelaksanaan Pilkada Serentak,” tutur Lipiyus.
Lebih jauh sosok yang kerap digelari sebagai Tokoh Perdamaian Tanah Papua ini mengatakan, kami memberikan pencerahan baik kepada pemuka agama maupun masyarakat bahwa Pilkada ini merupakan pesta demokrasi, di mana rakyat harus happy mengikutinya.
“Silahkan saja mendukung salah satu pasangan calon. Namun yang lebih utama adalah bagaimana kita memelihara kerukunan, menjauhkan dari sikap-sikap pragmatis serta pertikaian, dan mengedepankan soliditas sebagai sesama anak bangsa,” serunya.
FKUB juga ikut mendukung pemerintah setempat untuk mengajak masyarakat ikut serta dalam Pilkada ini dan tidak menjadi alergi dalam berpolitik. “Memilih dan dipilih itu merupakan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Jangan kita jadi apatis terhadap dunia politik karena itu juga merupakan ladang pelayanan,” imbuh Lipiyus.
Dia juga mendorong para tokoh lintas agama untuk terus menggaungkan pentingnya kedamaian lewat mimbar-mimbar khotbah. “Dalam sebuah kontestasi, menang dan kalah itu hal biasa. Harus siap menang sekaligus siap kalau kalah. Usai kontestasi semua harus kembali rukun,” jelasnya.
Secara lugas Lipiyus juga mengingatkan, baik parpol maupun paslon untuk tidak menggunakan rumah ibadah sebagai tempat berkampanye. “Pastinya tidak boleh. Pihak rumah ibadah pun harus tegas menolak bila ada parpol atau paslon yang mau berkampanye di rumah ibadah,” ucapnya mengingatkan.
Dirinya juga mengapresiasi pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024 yang bisa berjalan dengan lancar di Papua. “Ini menandakan rakyat Papua sudah cukup dewasa dalam berdemokrasi,” tukas Ketua Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Papua ini.
Masa kampanye
Pendeta Lipiyus juga meminta para paslon gang akan ikut kontestasi selama kampanye menjauhkan diri dari sikap rasis dan upaya-upaya untuk menyerang pribadi hingga pembunuhan karakter (character assassination) kompetitornya.
“Cukup sampaikan program-program apa yang akan dibuat bila mereka terpilih. Selanjutnya, biar masyarakat yang akan menilai. Tentu warga juga akan melihat track records tiap paslon. Kalau memang kurang bagus, ya jangan dipilih,” tegas Lipiyus.
Dikatakannya, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan stakeholder di Papua, terutama dengan polisi dan ABRI untuk dapat menciptakan situasi yang kondusif jelang pencoblosan. (RN)
Be the first to comment