
Jakarta, innews.co.id – Pencabutan status guru besar terhadap Prof Marthen Napang (MN), yang saat ini mendekam di Rutan Salemba, dalam kasus tindak pidana dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan putusan Mahkamah Agung, mungkin saja dilakukan.
“Setiap Guru Besar di Universitas Hasanuddin memiliki perjanjian yang ditandatangani saat pengukuhan bahwa jika (terbukti) melanggar kode etik, maka akan diambil langkah tegas,” kata Prof Andi Pangerang Moenta, Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MDGB PTN-BH), melalui pesan elektroniknya kepada innews, Rabu (17/7/2024).
Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unhas ini menguraikan, beberapa langkah yang dimaksud adalah meminta rapat Dewan Kehormatan Universitas (DKU) Unhas untuk membahas khusus status guru besar Prof Marthen Napang.
“Hasil rapat sebagai keputusan DKU pasti kami tindak lanjuti. Jika DKU memutuskan agar pengusulan pencabutan Guru Besarnya kepada Menristekdikti, maka akan ditindaklanjuti,” tegasnya.

Sumber: youtube Jakarta Channel
Namun, ujarnya, tentu semua memiliki dasar hukum yang pasti (inkrah). “Bila sudah berkekuatan hukum tetap, tentu kami akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan yang berlaku dalam kode etik guru besar di Unhas.
“Jadi, mari kita tunggu hasil akhirnya seperti apa. Barulah MDGB PTNBH atau DP Unhas mengambil langkah-langkah selanjutnya sesuai kode etik berlaku,” tukasnya.
Penjaga moral
Pria kelahiran Pare-pare, 28 Agustus 1961 ini menegaskan, guru besar selain pemikir bangsa, juga sebagai pengawal dan penjaga moral, etika dan integritas akademik Perguruan Tinggi.

“Oleh karena itu, guru besar menjadi mata air keteladanan, bukan saja di perguruan tinggi, tetapi juga dalam berbangsa dan bermasyarakat. Mereka tidak hanya teladan untuk dicontoh perilakunya, tetapi juga sebagai agen pembaharu terhadap lingkungannya (agent of change),” tukas Prof Andi.
Meski begitu, sambungnya, dalam hukum harus dikedepankan asas hukum praduga tak bersalah (preasumption of innocence). Artinya, seseorang dinyatakan benar bersalah bila sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Saat ini masih prematur. Namun bila sudah ada putusan pengadilan, maka kami pun akan segera mengambil langkah-langkah seperti tadi,” pungkasnya.
Rugi milyaran rupiah
Seperti diberitakan sebelumnya, Marthen Napang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dan ditahan di Polda Metro Jaya selama lebih dari 20 hari. Senin, 15 Juli lalu, perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Ia pun digelandang ke Rutan Salemba.
Kasie Intel Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting mengatakan, dalam 14 hari kedepan, kemungkinan proses persidangan sudah mulai berjalan.
Marthen diduga melakukan tindak pidana dan dikenakan pasal berlapis yakni, tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP).
Laporan polisi dilayangkan oleh pengusaha, pengamat militer dan kepolisian, dan tokoh masyarakat lintas iman, Dr. John Palinggi. Tidak main-main, kerugian yang diderita akibat ulah Marthen mencapai milyaran rupiah.
Sebelum perkara ini, Pengadilan Negeri (PN) Makassar telah memvonis Prof Marthen dengan hukuman penjara selama 6 bulan dalam perkara membuat laporan palsu, juga dari laporan Dr. John Palinggi.
Dari hasil penelusuran innews, diketahui selain sebagai Guru Besar di Unhas, Marthen juga sebagai Ketua Badan Pengurus Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologia Indonesia Timur (STFT Intim) Makassar. Suara-suara nyaring sejumlah gereja yang bekerja sama dengan Sekolah Teologia tersebut, sudah mendesak agar Marthen dipecat. (RN)
Be the first to comment