Jakarta, innews.co.id – Entah mengapa World Bank mengubah standar garis kemiskinan global dengan meninggalkan purchasing power parity (PPP) 2017 dan menggunakan PPP 2021.
Ada 3 perubahan yang terjadi. Pertama, standar tingkat kemiskinan ekstrem sebesar US$2,15 per kapita per hari naik menjadi US$3 atau Rp 48.784 per kapita per hari.

Kedua, revisi pada tingkat kemiskinan lower middle income country (LMIC), awalnya dipatok US$3,65 per kapita per hari diubah menjadi US$4,20 per kapita per hari.
Ketiga, perubahan garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah atas alias upper middle income country (UMIC), yakni dari yang sebelumnya hanya US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari.
Dari standar PPP 2017, Indonesia tercatat memiliki 171,8 juta warga yang hidup di bawah garis kemiskinan dari total populasi penduduk 285,1 juta jiwa per 2024 atau 60,3 persen.
Bila memakai PPP 2021, terjadi lonjakan angka kemiskinan di Indonesia, mencapai 68,25 persen atau 194,58 juta orang miskin di tahun ini.
Menyikapi kondisi demikian, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi mengatakan, kenaikan standar tersebut patut dipertanyakan karena standar hidup di tiap negara tentu berbeda, sehingga kategorisasinya pun tidak bisa digeneralisir.
“Paling tidak, kenaikan standar kemiskinan dari World Bank memjadi warning bagi kita bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk bagaimana membawa rakyat lebih sejahtera lagi,” ujar Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Menurut Founder Toko Daging Nusantara ini, kondisi tersebut diperparah dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh beberapa hal, yakni: penurunan konsumsi rumah tangga dan perubahan ekonomi global.
Dari data yang ada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 diperkirakan mencapai 4,91% year-over-year (yoy) alias kurang dari 5 persen.
Guna mengatasi kondisi yang berpotensi memburuk, Diana mengusulkan agar pemerintah melakukan langkah-langkah mitigasi secara cepat dan tepat antara lain: mendorong peningkatan investasi, meningkatkan akses terhadap layanan dasar, meningkatkan kewirausahaan, meningkatkan ketahanan pangan, mendorong eksistensi UMKM, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, dan lainnya.
“Dengan melakukan hal tersebut, kita berharap pondasi ekonomi Indonesia tetap kokoh dalam menghadapi fluktuasi ekonomi nasional dan global,” tukasnya. (RN)