Usia (Mestinya) Tak Lantas Meringankan Vonis Pelaku Kejahatan

Sidang pembacaan tuntutan dari JPU kepada terdakwa Prof Marthen Napang di PN Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025)

Jakarta, innews.co.id – Di banyak pengadilan, masalah umur kerap dijadikan pertimbangan hakim untuk memberi keringanan hukuman bagi pelaku tindak pidana.

Tidak demikian yang terjadi di Palembang. Pengusaha yang dijuluki Crazy Rich Sumsel Haji Halim Ali resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) dalam kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen lahan Tol Palembang-Jambi seluas 34 hektar.

Hajim Halim, Direktur PT Sentosa Mulia Bahagia, yang berusia 87 tahun, bahkan dijemput dengan ambulans dan mengenakan oksigen, untuk selanjutnya ditahan di Rutan Kelas 1A Pakjo Palembang.

Haji Halim Ali resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) dalam kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen lahan Tol Palembang-Jambi seluas 34 hektar

Langkah tegas ini menunjukkan sikap tegas dari aparat penegak hukum, tanpa kompromi. Tentu jadi pertanyaan, kalau umur jadi pertimbangan, maka para old man bisa seenaknya saja melakukan tindak pidana, dengan harapan vonis bakal rendah karena faktor usia.

Pemalsuan putusan MA

Pertimbangan usia juga disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada perkara dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung, dengan terdakwa Prof Marthen Napang, yang perkaranya kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Prof Marthen Napang mengenakan baju tahanan di Polda Metro Jaya
Sumber: youtube Jakarta Channel

Hal tersebut seolah menjadi faktor yang bisa meringankan putusan hakim kelak terhadap Marthen Napang. Padahal, perkaranya tergolong berat karena yang dipalsukan putusan MA. Bukan hanya sekali, kabarnya tindakan tersebut sudah beberapa kali dilakukan terdakwa. Hanya saja pihak yang jadi korban Dr. John Palinggi, mediator non-hakim di sejumlah Pengadilan Negeri di Indonesia dan Ketua Asosiasi Mediator Indonesia (AMI) saja yang memperkarakannya. Itu pun sudah berlangsung lama, sejak 2017 silam.

“Silahkan diproses hukum saja dan ditindak tegas supaya tidak berulang lagi membuat putusan MA palsu,” kata Juru Bicara MA yang juga Hakim Agung Dr Yanto, di Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Diakuinya, banyak oknum mengaku-ngaku kenal dengan Hakim Agung A atau Hakim Agung B atau Panitera. Lantas menjual nama-nama mereka untuk membuat putusan palsu.

Terkait usia yang jadi bahan pertimbangan, Jubir MA lebih menyerahkan pada masing-masing hakim. “Bila memang terbukti bersalah tetap harus dihukum,” tegasnya.

Seperti diketahui, Marthen Napang juga seorang Guru Besar Hukum Internasional dan dosen di Universitas Hasanuddin Makassar. Tentu tindakannya tersebut bila terbukti menjadi sesuatu yang buruk bagi institusi Unhas. Layakkah seorang yang telah didampuk sebagai Guru Besar melakukan tindak pidana yang memalukan seperti itu? Apalagi dirinya juga pernah aktif di STT Intim Makassar, sekolah berbasis agama Kristen yang menghasilkan pendeta-pendeta, sebagai Ketua Dewan Pembina.

“Memalukan sekali ya, apalagi kalau benar dia memalsukan putusan MA. Sangat memalukan sekali. Itu bisa kita sebut oknum ya,” tegas Prof Gimbal Dolok Saribu, Ketua Umum Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi).

Dikatakannya, Gelar Profesor bisa dicabut, apalagi kalau yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana.

Sementara itu, Prof Andi Pangerang Moenta, Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MDGB PTN-BH) menegaskan, “Setiap Guru Besar di Universitas Hasanuddin memiliki perjanjian yang ditandatangani saat pengukuhan bahwa jika (terbukti) melanggar kode etik, maka akan diambil langkah tegas”.

Terkait posisi Marthen, kata Prof Andi, “Bila sudah berkekuatan hukum tetap, tentu kami akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan yang berlaku dalam kode etik guru besar di Unhas”.

Seperti diketahui, Marthen diduga melakukan tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP).

Vonis ringan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana pemalsuan putusan MA bisa jadi preseden buruk kedepannya bahwa hal seperti itu bukanlah pelanggaran yang berat, apalagi bila dilakukan orang yang sudah tergolong lanjut usia. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan