Jakarta, innews.co.id – Terdakwa kasus dugaan sumpah palsu Ike Farida bisa dikatakan makin porak-poranda dengan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam persidangan yang dilakukan secara marathon, keterangan saksi dan ahli seolah telah menyibak kasus ini dan membuatnya terang benderang. Ada upaya ‘perlawanan’ dari pihak Ike, namun nampaknya tidak bisa menepis testimoni dan pandangan Ahli.
Seperti pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini, tiga saksi dihadirkan yakni, Angga Yuda Prawira dari Kanwil BPN DKI Jakarta dan Faturohman dari KUA Makassar, Jakarta Timur, serta ahli digital forensik, Saji Purwanto, SH.

Sebagai ahli digital, Saji mengaku, dirinya yang memeriksa barang bukti elektronik yang disita dari saksi Nurindah Melati Monika Simbolon, salah satunya adalah telepon genggam. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui percakapan antara Nurindah dengan Ike Farida dalam rentang waktu Februari – Desember 2020, yang pada pokoknya berhubungan dengan pengajuan memori Peninjauan Kembali dan sidang sumpah novum Ike Farida yang diwakili Nurindah.
“Saya memeriksa percakapan Whatsapps group (WAG) antara Nurindah dengan anggota group yang membicarakan permohonan memori Peninjauan Kembali dan sidang sumpah novum,” kata Saji Purwanto menjawab JPU.
Dalam percakapan WAG tergambar bahwa Nurindah, Kuasa Hukum Ike Farida pada saat itu secara rutin memberikan laporan, meminta pendapat dan persetujuan terkait langkah-langkah yang akan atau telah dilakukannya sehubungan dengan pengajuan Peninjauan Kembali dan sidang sumpah novum.
Nurindah selaku kuasa hukum dikatakan selalu berkoordinasi dan minta persetujuan kepada seseorang yang dipanggil ‘Sensei’ (dalam bahasa Jepang berarti guru). Sensei ini juga terdengar sebagai seorang pimpinan yang mengontrol setiap tindakan Nurindah. Ahli menyebut bahwa Sensei yang dimaksud tak lain adalah Ike Farida.
Menanggapi Ahli, kuasa hukum Ike Farida menyatakan bahwa antara isi percakapan hasil uji forensik Ahli dengan data percakapan yang dimiliki oleh Ike Farida terdapat perbedaan.
“Mengapa terdapat perbedaan isi percakapan antara yang saudara ahli sampaikan dengan data yang kami punya. Apakah saudara Ahli merubah isi percakapan tersebut?” kata Kuasa Hukum Ike Farida, Agustrias Andhika kritis.
Dengan santai Ahli menjelaskan bahwa yang dipegang oleh kuasa hukum Ike Farida hanya berbentuk resume. Sedangkan yang Ahli sampaikan adalah kutipan percakapan sesuai aslinya. Majelis Hakim pun meminta Ahli menunjukkan secara langsung isi percakapan lengkap dari komputer Ahli.
Gugatan wanprestasi
Sementara saksi Angga Yuda Prawira menyampaikan bahwa Surat Kanwil BPN DKI Jakarta tanggal 27 November 2015 merupakan balasan terhadap surat dari Kantor Pengacara Isdawati, SH & Rekan tertanggal 11 November 2015.

Surat inilah yang dijadikan bukti gugatan wanprestasi oleh Ike Farida kepada pengembang tahun 2015 dan dijadikan sebagai bukti baru (novum) oleh Ike Farida pada saat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali pada 2020.
Keterangan saksi Faturohman mengatakan bahwa pencatatan pernikahan Ike Farida pada tahun 1995 tidak menyertakan perjanjian perkawinan pisah harta dengan suaminya yang berwarga negara asing. Baru pada 2017 Ike Farida mendaftarkan akta perjanjian perkawinan di KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.
Sebagaimana diketahui bahwa perkara Ike Farida dengan pengembang diawali tahun 2012 ketika Ike Farida tidak bisa membuat PPJB dan AJB dikarenakan suaminya warga negara asing dan di antara mereka tidak memiliki perjanjian perkawinan pisah harta.
Ketentuan Perjanjian Perkawinan tersebut diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pokoknya menyatakan bahwa perjanjian perkawinan bisa dibuat pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
Kemudian pada Oktober 2016, keluar putusan Mahkamah Konstitusi, di mana isi Pasal 29 Ayat (1) berubah menjadi perjanjian perkawinan bisa dibuat pada saat sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan.
Perubahan tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Ike Farida membuat perjanjian perkawinan pisah harta dengan suaminya pada 2017. Namun, karena perkara pesanan unit apartemen antara Ike Farida dengan pengembang terjadi pada tahun 2012, dan gugatan wanprestasi berlangsung pada tahun 2015, maka perjanjian perkawinan tersebut tidak bisa diberlakukan mundur, sehingga upaya banding yang memasukkan bukti akta perjanjian perkawinan tetap ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2018.
Sebelumnya pada Selasa (29/10), saksi Yahya Yunus Nami Hutabarat, mantan Kuasa Hukum Ike Farida saat mengajukan gugatan wanprestasi kepada pengembang pada 2015 juga menyampaikan bahwa ada keanehan, kenapa Surat BPN DKI Jakarta tahun 2015 yang jelas-jelas sudah digunakan pada pengadilan tingkat pertama, tetapi masih dijadikan sebagai novum ketika Ike Farida mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. (RN)